Derita Alumni
Derita Alumni.--
Oleh: Dahlan Iskan
INILAH kisah duka-duka ilmuwan dalam negeri. Mereka peneliti serius. Menemukan sesuatu. Ingin mengaplikasikannya di dunia nyata. Mereka terjun ke dunia bisnis –di bidang yang mereka teliti.
Mereka lulusan ITB –Institut Teknologi Bandung. Orang-orang terbaik di jurusan teknik kimia –di beberapa angkatan antara tahun 1990-2000.
Yang mereka temukan: cara memurnikan gas kotor dalam gas ikutan sumur minyak.
Gas jenis itu ikut menyembur dari sumur minyak. Pengusaha minyak, pun Pertamina, lebih mengutamakan hasil minyak mentahnya. Gas ikutannya dibiarkan menyembur ke udara. Lalu dibakar begitu saja.
BACA JUGA:Erik ten Hag Puji Taktik Oliver Glasner
BACA JUGA:Angkat Arne Slot ke Puncak Klasemen Sementara di Premier League
Gas jenis itu ''kotor''. Mengandung banyak CO2 yang berbahaya. Dilarang keras mengudara. Bisa mencapai 30 sampai 40 persennya. Kadang juga mengandung H2S sulfur. Juga tergolong polutan.
Mereka gelisah dengan ''api nan tak kunjung padam'' seperti di mana-mana. Pun di Jawa Barat. Di Majalengka utara.
Sebagai peneliti mereka kehilangan kesempatan bekerja di perusahaan besar dengan gaji besar. Mereka berkutat di lab siang malam.
Akhirnya mereka menemukan cara ''menangkap'' CO2 dan H2S itu. Agar gas yang dibakar itu bisa punya nilai ekonomi. Juga tidak lagi mencemari udara.
Salah mereka: mengapa tergerak mengikuti arahan guru besar teknik kimia mereka.
Atau salah guru besar itu: mengapa mengarahkan beberapa mahasiswa terbaiknya untuk jangan kerja di perusahaan asing. Jadilah pengabdi untuk negara sendiri. Kuatkan teknologi anak bangsa.
Arahan seperti itu tidak diberikan ke semua mahasiswa teknik kimia ITB. Sang guru besar hanya memilih empat atau lima di antara mereka. Yakni mereka yang sangat pintar.