REL, Washington DC – Ketegangan geopolitik dunia maya makin terasa.
Pemerintah Amerika Serikat mulai menunjukkan kekhawatiran mereka terhadap langkah negara-negara Eropa yang mulai meninggalkan layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk.
Penyebab utamanya: perilaku sang miliarder yang dinilai kontroversial dan pilihan Eropa yang kini melirik layanan alternatif dari China dan Eropa sendiri.
Pernyataan keras datang dari Komisi Komunikasi Federal AS (FCC) melalui komisioner Brendan Carr.
BACA JUGA:Poo Cendana
Dalam wawancaranya dengan Financial Times, Carr menyebut bahwa Eropa seharusnya lebih khawatir terhadap "momok sesungguhnya", yakni kebangkitan teknologi dari Partai Komunis China (CCP), ketimbang terhadap Starlink.
"Jika Starlink saja sudah membuat cemas, tunggu saja versi CCP. Itu baru sangat mengkhawatirkan," tegas Carr seperti dikutip oleh The Verge.
Ia menambahkan bahwa Eropa kini terhimpit antara dua kekuatan besar: Amerika Serikat dan China.
Starlink Ditinggalkan, China dan Eropa Ambil Alih?
BACA JUGA:Sekda Pimpin Rapat Usulan PKKPR RSUD Besemah
Starlink, layanan internet berbasis satelit milik SpaceX, saat ini mengoperasikan lebih dari 7.000 satelit di orbit rendah Bumi (LEO).
Namun, tingkah laku Elon Musk yang dianggap terlalu politis, termasuk pernyataannya bahwa Ukraina akan runtuh jika ia memutus akses Starlink, membuat beberapa negara Eropa menarik diri dari negosiasi lebih lanjut.
Alternatif pun mulai bermunculan. Perusahaan Prancis Eutelsat, meski dengan harga lebih mahal dan jumlah satelit yang baru 10 persen dari Starlink, menjadi salah satu opsi.
Di sisi lain, China lewat Spacesail mulai unjuk gigi dengan 90 satelit aktif dan rencana ambisius meluncurkan 15.000 satelit hingga 2030.
BACA JUGA:Puri Andamas Resmi Nahkodai BPD HIPMI Sumsel
Jurang Teknologi AS-China Makin Lebar
Carr memperingatkan bahwa kini terdapat jurang besar antara sekutu China dan negara-negara Barat, terutama dalam hal teknologi satelit dan kecerdasan buatan (AI).
Ia menyebut bahwa Eropa kini berada dalam posisi sulit, terperangkap dalam tarik-menarik antara Washington DC dan Beijing.
Situasi ini semakin pelik karena hubungan AS dan Eropa memang tak lagi sehangat dulu.
BACA JUGA:Gelontorkan 15 Miliar Bangun Tebat Lempaung dan Tebar 1 Juta Ikan
Sejak masa jabatan kedua Presiden Donald Trump, hubungan trans-Atlantik diketahui mulai merenggang.
Trump sendiri dikenal dekat dengan para raksasa teknologi AS, termasuk Elon Musk.
Tak hanya itu, langkah Komisi Eropa yang menyelidiki perusahaan teknologi besar asal AS seperti Meta, Apple, Google, dan X atas dugaan praktik monopoli turut memperkeruh suasana.
Carr menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk proteksionisme yang bias dan anti-Amerika. **