Setelah badan otorita terbentuk urusan pembangunan apartemen pegawai negeri itu dialihkan ke otorita.
Pergantian lembaga ini saja memakan waktu. Setidaknya menambah ketidakpastian keputusan. Yang di PUPR masih sulit diputuskan sampai di otorita tetap sulit diputuskan.
BACA JUGA:Pantai Kembar Terpadu: Pesona Wisata Keluarga Terpopuler di Kebumen
BACA JUGA:Pj Bupati Hadiri Pisah Sambut Pj Gubernur
Keputusan paling sulit adalah: berapa sewa bulanan tiap unit apartemen tersebut. Yang akan membayar adalah pemerintah. Lewat APBN. Uang negara. Yang akan menerima adalah pihak real estate yang membangun tower.
Karena menyangkut uang negara, keputusan pun sulit dibuat. Sebenarnya mudah. Tinggal pakai rumus M+. Atau M++. Bisa juga M+++. Pihak swasta tentu mengusulkan plusnya jangan hanya satu. Harus tiga. Kalau perlu empat.
Misalnya modal plus bunga bank. Atau modal plus bunga bank, plus laba. Atau modal plus bunga, plus laba dan plus resiko.
Dari situ bisa muncul pilihan-pilihan besarnya sewa bulanan per unit. Pilihan bisa banyak tapi siapa yang memilih pilihan itu, itulah yang tidak ada.
Di PUPR tidak ada yang berani memutuskan. Di otorita masih juga sama. Molor terus. Sampai waktunya kian mepet.
Kini tidak mungkin lagi untuk bisa menyelesaikan apartemen pegawai negeri itu sebelum 17 Agustus 2024. Pun belum ada yang berani memulai.
Apa yang ditakutkan?
"Diperiksa KPK atau penegak hukum lainnya," ujar salah satu developer. "Kami juga tidak mau berurusan dengan KPK," tambahnya.
Bayangan saya dulu, upacara kenegaraan di IKN tahun 2024 akan sangat meriah. Diiringi dengan gelar kebudayaan Nusantara yang tidak akan kalah spektakuler dengan penutupan KTT G20 di Bali tempo hari.
Tapi dengan kondisi IKN yang masih di tahap awal saya belum bisa membayangkan seperti apa upacara kenegaraan terakhir di era 10 tahun kepresidenan Jokowi.
Tentu tidak harus dipaksakan gegap gempita. Yang penting sejarah telah mencatat ibukota Indonesia sudah resmi pindah ke IKN.
Kita kan juga sering boyongan ke rumah baru di saat atap belum sepenuhnya terpasang. Anggap saja ini boyongan rumah.(Dahlan Iskan)