Hujan IKN
Desainer atau perancang Istana Garuda Ibu Kota Nusantara (IKN), Nyoman Nuarta angkat bicara soal kritik Istana Presiden yang dianggap bernuansa mistis.-dok disway---
Oleh: Dahlan Iskan
Benar sekali. Harus ada rekayasa cuaca. Pawang hujan tidak akan mempan di sana. Di IKN.
Kalau sampai tanggal 17 Agustus 2024 pagi turun hujan di sana, saya sulit membayangkannya. Semoga tidak turun hujan hari itu.
Agustus adalah bulan hujan di Kaltim. Hujannya tidak hanya sore-sore –seperti lagu Ambon– di Kaltim. Saya ingat saat bertahun-tahun tinggal di Kaltim: sering hujan pada pukul lima subuh. Atau pukul enam. Tujuh. Delapan. Kadang hampir sehari penuh.
Waktu itu saya masih muda. Disiplin kepegawaian belum seperti sekarang. Disiplin di sekolah juga masih sangat longgar. Kalau hujan jam segitu maka rezeki besar bagi anak muda: memperpanjang masa meringkuk di tempat tidur!
BACA JUGA:Tunjuk Empat Pengacara
BACA JUGA:Netralitas ASN dan Kepala Desa Disoal!
Kantor-kantor sepi. Sekolah praktis libur. Apalagi kalau bersamaan dengan pasang purnama. Parit-parit penuh air. Melimpah ke jalan.
Setiap bulan purnama air laut pasang sangat tinggi. Menahan air Sungai Mahakam masuk ke laut. Air Sungai Mahakam justru seperti dibalikkan ke hulu. Masuk ke parit-parit kota Samarinda. Meluap ke jalan-jalan raya.
Tentu di IKN tidak akan terkena pasang purnama. Daratannya lebih tinggi daripada Kota Samarinda –atau pun Kota Tenggarong. IKN seperti Balikpapan: berbukit-bukit kecil.
Tapi hujan pagi bisa membuat lumpur terbawa roda ke mana-mana. IKN kan belum sepenuhnya jadi. Lumpur proyek terbawa ke lokasi upacara. Lumpur itu bisa mengotori jalan-jalan menuju ke Istana Garuda.
Tanah di sana lengket sekali –di musim hujan. Termasuk lengket ke ban mobil. Terbawa ke jalan raya. Juga lengket di sepatu.
Maka yang terbaik adalah jangan sampai turun hujan. Bahkan sejak sehari sebelumnya. Di saat di Jawa petani kesulitan hujan, di Kaltim, di bulan Agustus terlalu banyak hujan.
Kala itu di saat hujan deras pagi-pagi turun di Kaltim saya tahu semua kantor sepi. Saya, sebagai wartawan muda, tahu itu. Tapi tetap harus mencari sumber berita. Naik sepeda pancal. Keliling kota. Dari kantor ke kantor di lingkungan Pemda. Di musim seperti itu lebih sulit mencari berita.