Porang Hidup

Porang Hidup.--

Oleh: Dahlan Iskan 

TIDAK ada kabar apa-apa tentang porang. Berarti harganya lagi baik. Tidak terdengar lagi ada keluhan dari para petani porang: soal harga yang merosot. 

Bahkan boleh dikata sekarang ini terjadi krisis porang. Pabrik-pabrik tepung porang banyak yang berhenti produksi: kekurangan bahan baku. 

Harga porang yang sempat jatuh ke Rp 3.000/kg kini mencapai Rp 12.500/kg. Itu pun barangnya sulit didapat. 

"Saya harus kirim tim sampai NTB dan NTT. Cari porang sampai di sana. Agar pabrik saya tidak berhenti," ujar Sutrisno Lutfia, anak muda yang all out terjun ke pertanian dan industri porang. 

BACA JUGA:Tiga Karyawan PT. Evans Lestari Ditangkap Polisi Terkait Pencurian 1 Ton Buah Sawit

BACA JUGA:Aipda Kelik Adi Bowo Raih Juara II Lomba Polisi RW Tingkat Polda Sumsel

Sutrisno punya pabrik tepung porang. Di Ponorogo. Masih tergolong baru. Belum tiga tahun. Hasilnya diekspor ke Tiongkok. 

Tepung porang banyak dipakai untuk campuran makanan, kue dan obat dan kosmetik. Dan juga untuk dijual dalam bentuk beras: beras porang. Atau mie. Mie porang. Lebih sehat. Terutama bagi yang tidak mau makan nasi. 

Ketika harga porang jatuh keluhan utamanya: belum ada pabrik tepung porang di dalam negeri. Ada. Baru dua. Tidak bisa menyerap produksi porang yang "meledak" di mana-mana. 

Waktu itu, yang ada, lebih banyak pabrik pembuat chip: ubi porang diiris-iris, dikeringkan, diekspor dalam bentuk chip. Kadang proses pengeringannya kurang baik: muncul jamur. Bahaya bagi kesehatan. 

Ekspor porang Indonesia pun jatuh. Mengalami nasib yang serupa dengan ekspor sarang burung –ketika ada pengusaha sarang burung yang memakai kimia untuk pemutih. 

Sebelum Covid-19 harga porang juga tinggi. Meski belum sampai Rp 12.500 tapi sudah bikin mata berubah hijau. 

BACA JUGA:Mengenal Tambang Emas Terbesar di Indonesia di Mimika, Papua Tengah

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan