Sekolah Duduk

Tuan Guru Sekumpul dalam sebuah kesempatan bersama Gus Dur.--

Sekumpul adalah nama kampung di tengah kota Martapura. Saat Tuan Guru Sekumpul masih hidup, pengajiannya selalu dihadiri puluhan ribu orang. Seminggu sekali. Ceramah itu disampaikan dalam bahasa Banjar campur Indonesia. 

Beliau sendiri memang keturunan ulama besar. Pun kakeknya-kakek. Delapan turunan ke atas adalah seorang ulama besar di Kalsel: di Makkah dikenal sebagai Al Banjari. 

Tuan Guru Sekumpul sendiri diakui sebagai ulama terbesar di Kalsel. Dipercaya sebagai Wali. Muhibin juga percaya Tuan Guru sering didatangi Nabi Muhammad. 

Masuklah resto masakan lokal di Kalsel: selalu ada foto besar beliau. Bahkan di beberapa toko atau resto milik orang Tionghoa. Pun sampai di Kaltim dan Kalteng. 

Beda dengan Sang Ayah dua anak Tuan Guru tidak pernah sekolah ke Makkah. Sekolah formal di Kalsel pun tidak. "Beliau berdua Sekolah Duduk," ujar sahabat Disway di sana. 

Sekolah Duduk adalah istilah setempat untuk semacam ''home schooling''. Guru yang didatangkan ke rumah. Guru apa pun. Lalu ikut ujian persamaan. Sampai tingkat Aliyah –setara SMA. 

Seperti juga sang Ayah, dua anak ini tidak pernah tampil. Tidak mau tampil. Pun tidak mau berurusan dengan politik. Keduanya meneruskan tradisi keulamaan yang diwariskan turun-temurun. 

Besok malam itu, acaranya dimulai dari salat Magrib. Dilanjutkan pembacaan maulid. Lantas manakib. Lalu, setelah salat isya, dilakukan tahlil. Selesai. 

Haulnya hanya satu hari itu. Bahwa ada haul di hari-hari lain itu tidak ada hubungan dengan keluarga. Tahun lalu, gubernur Kalsel juga mengadakan haul, lalu justru dapat penilaian negatif: dianggap memolitisasi Tuan Guru. 

Begitu banyak yang berharap berkah dari Tuan Guru Sekumpul. Mereka percaya doa-doa akan terkabul. Tentu bagi yang tidak lupa bekerja keras. (Dahlan Iskan) 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan