Fenomena Pernikahan Dini di Kabupaten Empat Lawang: Tantangan dan Upaya Pengentasan

Doc/Foto/Ist--

REL,BACAKORAN.CO — Fenomena pernikahan dini masih menjadi isu signifikan di Kabupaten Empat Lawang, meskipun Indonesia telah mengatur batas usia pernikahan melalui UU Nomor 16 Tahun 2019 yang menetapkan usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Namun data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Empat Lawang menunjukkan bahwa hampir sebagian perempuan di wilayah tersebut menikah pada usia yang masih sangat muda.

Menurut data BPS Kabupaten Empat Lawang, persentase perempuan berusia 10 tahun ke atas yang pernah menikah pada usia 19 hingga 24 tahun mencapai 45,20 persen, sementara 11,47 persen menikah pada usia 25 tahun ke atas. Namun yang dimaklumi adalah 43,34 persen perempuan yang pernah menikah, telah menikah pada usia di bawah 18 tahun, dengan 22,40 persen menikah di usia 17 hingga 18 tahun dan 20,94 persen menikah di bawah usia 16 tahun. Fenomena pernikahan dini ini, meskipun berkurang, masih menunjukkan adanya tantangan besar dalam mendorong perubahan sosial dan budaya di masyarakat.

BACA JUGA: Pj Bupati Empat Lawang Pantau Ketersediaan BBM Jelang Nataru 2025

BACA JUGA: Pj Bupati Empat Lawang Pastikan Stok Bahan Pokok Aman Jelang Nataru 2025

Pernikahan dini di Kabupaten Empat Lawang dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah tradisi budaya yang menganggap pernikahan sebagai jalan utama bagi perempuan untuk menjaga kehormatan keluarga. Terdapat juga tekanan sosial yang menuntut perempuan untuk segera menikah agar tidak dianggap 'terlalu tua' atau 'terlambat' dalam mencari pasangan. Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi pemicu, di mana banyak keluarga menganggap pernikahan sebagai solusi untuk mengurangi beban ekonomi mereka.

Namun dampak pernikahan dini sangatlah serius. Pendidikan perempuan yang menikah pada usia muda cenderung terhenti, menghalangi mereka untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini berpotensi menciptakan siklus kemiskinan yang berkelanjutan, karena perempuan dengan pendidikan rendah tidak dapat memberikan kontribusi maksimal terhadap perekonomian keluarga. Selain itu, pernikahan dini berisiko menimbulkan masalah kesehatan, termasuk komplikasi kehamilan dan persalinan, serta meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Tak jarang, pernikahan dini juga berhubungan dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena ketidaksiapan emosional dan mental pasangan muda dalam menghadapi kehidupan pernikahan.

BACA JUGA: Kasus Uang Palsu di UIN Makassar, Ciri-Ciri Uang Palsu dan Bedanya dengan Uang Asli

BACA JUGA: Darurat Korupsi di Indonesia: MUI Dorong Prabowo Pimpin Langsung Pemberantasan dan Perkuat KPK

Pemerintah Indonesia telah berupaya mengatasi masalah ini dengan menaikkan batas usia pernikahan dan melalui berbagai program edukasi mengenai pentingnya pernikahan dini. Upaya ini juga disertai dengan kampanye kesadaran tentang risiko pernikahan dini, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi. Di Kabupaten Empat Lawang, diharapkan akan ada lebih banyak inisiatif dari pemerintah daerah dalam memberikan edukasi kesehatan reproduksi dan kesadaran mengenai dampak pernikahan dini kepada masyarakat.

Menjelang Hari Ibu tahun 2024, kami diajak untuk merefleksikan dukungan perempuan dalam mengembangkan potensi diri mereka. Salah satunya adalah dengan menunda usia pernikahan hingga mereka siap, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Dukungan ini harus melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat, agama, dan media massa, agar pandangan tentang pernikahan dini dapat berubah ke arah yang lebih positif dan memberi kesempatan bagi perempuan untuk memiliki masa depan yang lebih cerah.

Dengan kesadaran dan pendidikan yang lebih baik, diharapkan fenomena pernikahan dini di Kabupaten Empat Lawang bisa berkurang, memberi ruang bagi perempuan untuk lebih berdaya dan berkembang sesuai dengan potensi Mereka***

 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan