Nyali Besar

Presiden Joko Widodo meresmikan smelter PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kabupaten Gresik, Senin, 23 September 2024.-Setkab- FOTO: NET Oleh: Dahlan Iskan --

Tanah yang mengandung emas, tembaga, dan timah itu dikeruk dari pegunungan Papua tidak jauh dari Tembaga Pura. Tanah tersebut "dicuci" di dekat Timika. Tanahnya dibuang di dekat Timika. Konsentratnya dikirim ke smelter untuk dipisah-pisah mana emas, mana tembaga, mana timah. 

Sudah sejak 60 tahun lalu konsentrat itu dikirim ke luar negeri. Dimasukkan smelter di luar negeri. Di Jepang dan lain-lainnya. 

Baru di era Presiden Jokowi Freeport bisa ditekan agar harus mengolah konsentratnya di dalam negeri. Lalu Freeport memilih lokasi di JIIPE, Gresik. 

Begitu besarnya smelter Freeport di Gresik itu sampai bisa mengolah 1,7 juta ton konsentrat setahun. 

BACA JUGA:Hidayat Muhammad Resmi Pimpin KONI Empat Lawang

BACA JUGA:Akhir Perseteruan Dokter di Palembang dan Karyawan Pempek, Sepakat Berdamai

Pemerintah pun melarang Freeport mengekspor konsentrat. Seperti juga melarang ekspor nikel ore. 

Tentu smelter-smelter di luar negeri yang selama ini mendapat bahan baku dari Papua menjerit setengah mati. Mereka pun rebutan bahan baku dari mana pun yang masih bisa didapat. 

Kini persoalan muncul: dengan berhentinya smelter Freeport di Gresik bagaimana dengan konsentrat yang dihasilkan Freeport Papua. Tentu Freeport minta dispensasi: agar selama smelternya belum berproduksi diperbolehkan ekspor konsentrat. 

Menteri seperti Bahlil Lahadalia sudah tegas menolak permohonan dispensasi itu. Bahkan menteri ESDM itu curiga kalau ekspor diizinkan perbaikan smelternya bisa lebih lambat. 

Kasus kebakaran smelter baru Freeport ini tentu menarik ditinjau dari segi apa pun: manajemen proyek, sistem komisioning, manajemen instalasi sampai ke manajemen pengawasan proyek. 

Proyek besar yang mirip seperti itu terjadi Krakatau Steel. Lebih 10 tahun lalu. Peleburan baja di Cilegon itu meledak di saat uji coba produksi. Masih belum diserahterimakan ke pemilik proyek: Krakatau Steel. 

Memang itu masih dalam tanggung jawab kontraktor EPC, tapi dampaknya bagi Krakatau Steel sangat mematikan. Apalagi si kontraktor asing tidak dalam kemampuan mengatasi biaya rehabilitasinya --praktis seperti membangun peleburan baru. 

Kalau di Freeport hanya mesin bagian polusi yang terbakar. Di Krakatau Steel mesin utamanya yang meledak hancur. 

Proyek besar punya 2 besar. Hanya orang dengan nyali besar berani masuk proyek besar.(Dahlan Iskan)  

Tag
Share