Awal Tahun Suram, 3 Pabrik Akan PHK 4.050 Pekerja - Beberapa Terancam Tutup
--
REL,BACAKORAN.CO - Tahun 2025 dimulai dengan kabar buruk bagi para pekerja di Indonesia, dengan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat. Beberapa pabrik yang beroperasi di sektor karya padat seperti industri tekstil, alas kaki, dan benang mengumumkan rencana untuk merumahkan ribuan karyawan akibat kesulitan ekonomi.
BACA JUGA: Menag Nasaruddin Umar Rombak Jajaran Pejabat Ditjen Haji-Umrah untuk Persiapan Haji 2025
BACA JUGA: Eksplorasi Borobudur: Menyaksikan Keajaiban Dunia dengan Anggaran Minim
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyampaikan bahwa beberapa perusahaan di Kabupaten Tangerang, Subang, dan Bandung berencana melakukan PHK massal. Salah satu pabrik di Tangerang, yang merupakan produsen sepatu, berencana memecat sekitar 2.400 karyawan. Sementara itu, dua pabrik lainnya, yang berlokasi di Kabupaten Bandung dan Subang, tidak hanya akan melakukan PHK, tetapi juga terancam tutup karena permintaan produk yang tajam.
Menurut Ristadi, penyebab utama PHK ini adalah penurunan daya beli dan kekurangan pesanan. Apalagi ia mengira masih banyak PHK yang belum dilaporkan ke publik. Data resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah cenderung lebih rendah dari angka yang sebenarnya terjadi di lapangan, mengingat banyak perusahaan yang tidak mengungkapkan rencana PHK mereka secara terbuka.
BACA JUGA: Proyek Jalan Tol Prabumulih-Muara Enim-Lubuklinggau-Bengkulu Dihentikan?
BACA JUGA: Presidential Threshold Dihapus: Menteri dan Parpol Bergerak Cepat, Siapkan Aturan Baru untuk Pilpres
"Perusahaan-perusahaan ini cenderung melakukan PHK secara tertutup. Mereka tidak melaporkannya secara terbuka. Misalnya, perusahaan yang sebelumnya memiliki 24.000 pekerja kini tersisa 19.000 dan mereka berencana memecat 2.400 pekerja lagi," jelas Ristadi.
Peningkatan angka PHK ini diperkirakan akan menjadi waktu lahir bagi perekonomian Indonesia, mengingat banyaknya pekerja yang kehilangan pendapatan dan daya beli mereka. Ristadi juga mengkritik kebijakan pemerintah yang hanya menunggu laporan dari perusahaan dan tidak proaktif dalam mengawasi PHK, terutama jika ada pertimbangan politik yang mempengaruhi transparansi data tersebut.
BACA JUGA: Pakar Hukum Ingatkan Pemerintah Berhati-hati dalam Penegakan Hukum Sektor Pertambangan
BACA JUGA: Gaji PNS dan Pensiunan Naik 17% di 2025: Kesejahteraan Meningkat, Simak Rinciannya!
“Seringkali jika angka PHK tinggi, hal ini tidak diekspos ke publik karena alasan politik lokal. Kepala daerah kadang takut dicap buruk dan takut itu berpengaruh pada pencalonan mereka di masa depan,” ujar Ristadi.
Masalah ini berpotensi menyebabkan ketidakstabilan perekonomian, terutama bagi kelas pekerja yang menggantungkan hidupnya pada upah yang kini terancam hilang akibat PHK massal. Pemerintah dan dinas terkait diminta untuk lebih aktif dalam menangani masalah ini demi melindungi kesejahteraan pekerja.***