Wacana SMK 4 Tahun Dinilai Berisiko, Pengamat ULM: Bisa Turunkan Minat dan Hambat Akses ke Perguruan Tinggi

Ilustari foto.--
REL, JAKARTA – Pemerintah tengah menggulirkan wacana perpanjangan masa studi di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari tiga tahun menjadi empat tahun.
Gagasan ini langsung menuai beragam respons, salah satunya dari pengamat pendidikan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Reza Pahlevi.
Reza menilai bahwa meskipun tujuan dari wacana tersebut mulia, yakni memperkuat keterampilan lulusan SMK agar lebih siap kerja, namun implementasinya berisiko menimbulkan sejumlah persoalan, baik dari segi regulasi maupun minat siswa.
BACA JUGA:Tinggal di Italia, Dapat Rumah dan Dana Renovasi Rp 1,8 Miliar: Ini Syaratnya!
“Selama ini masa studi di SMK secara resmi adalah tiga tahun. Kalau mau dijadikan empat tahun, tentu regulasi yang ada harus diubah. Itu prosesnya panjang dan tidak mudah,” ujar Reza, Sabtu (5/4/2025).
Ia menilai, menambah satu tahun masa studi bisa jadi malah tidak efektif dan justru berpotensi menurunkan minat calon siswa untuk masuk ke SMK. Apalagi, banyak lulusan SMK yang sebenarnya ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, bukan langsung bekerja.
“Siswa bisa jadi enggan masuk SMK karena takut masa belajarnya lebih lama, padahal ada juga yang bercita-cita kuliah setelah lulus. Kebijakan ini harus mempertimbangkan hak siswa untuk menentukan masa depan pendidikan mereka,” tambahnya.
BACA JUGA:Jadwal dan Syarat Pendaftaran CPNS & Sekolah Kedinasan 2025 di SSCASN BKN
Reza pun mengusulkan alternatif yang lebih realistis: memberikan pelatihan tambahan setelah lulus, bukan menambah masa studi formal. Program pelatihan ini bisa dirancang secara fleksibel, sesuai dengan kebutuhan industri dan jurusan masing-masing.
“Daripada memperpanjang masa sekolah, lebih baik ada pelatihan tambahan pasca kelulusan. Lulusan SMK bisa diarahkan untuk mengikuti program pelatihan singkat yang spesifik dan mendalam, sehingga lebih siap kerja,” jelasnya.
Ia juga mendorong kolaborasi antara SMK dan Balai Latihan Kerja (BLK), yang selama ini fokus pada masyarakat umum. Jika diarahkan pada lulusan SMK, BLK bisa menjadi sarana efektif untuk mempercepat kesiapan kerja mereka.
“Kerja sama antara SMK dan BLK akan jauh lebih efisien. Siswa bisa lulus tepat waktu dan tetap punya jalur untuk meningkatkan kompetensi tanpa menambah beban masa sekolah,” tuturnya.
Reza menekankan pentingnya landasan hukum yang kuat sebelum kebijakan seperti ini diterapkan. Tanpa regulasi yang jelas, kebijakan berisiko menimbulkan kebingungan dan ketimpangan di lapangan.