Mendikdasmen: Pernikahan Dini Jadi Penyebab Anak Putus Sekolah, 4 Juta Anak Terdata Tak Lanjut Pendidikan

Mendikdasmen: Pernikahan Dini Jadi Penyebab Anak Putus Sekolah, 4 Juta Anak Terdata Tak Lanjut Pendidikan-ist/net-
Rel, Bacakoran.co – Angka putus sekolah di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah, khususnya di jenjang pendidikan menengah atas.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti, mengungkapkan bahwa lebih dari 20 persen anak-anak usia sekolah tingkat atas tidak melanjutkan pendidikan karena berbagai faktor, termasuk pernikahan dini.
Dalam sambutannya saat peluncuran Gerakan 1.000 Anak Putus Sekolah SMK Berdaya lewat program PKK (Pendidikan Kursus Keterampilan) dan PKW (Pendidikan Kursus Kewirausahaan), Senin (30/6/2025), Abdul Mu’ti menyebutkan bahwa penyebab utama anak putus sekolah terbagi dalam tiga kategori: ekonomi, sarana prasarana, dan faktor kultural.
“Faktor kultural ini mencakup dua hal utama. Yang pertama adalah pernikahan dini, baik karena alasan budaya maupun karena pemahaman agama yang keliru,” ujarnya.
Menurut Mu’ti, pernikahan dini masih marak terjadi di berbagai daerah Indonesia, dan menjadi hambatan utama dalam upaya menciptakan generasi muda yang berdaya saing. Selain itu, ada pula pandangan keliru di masyarakat yang menganggap pendidikan bukanlah jalan utama menuju kesejahteraan.
BACA JUGA:Wajib Tau, Nih 3 Rekomendasi Wisata Pendidikan di Manado
BACA JUGA:Tragis! Kebakaran Hanguskan 37 Kios di Pasar Pulau Mas Empat Lawang, Kerugian Capai Rp700 Juta
???? Fakta Miris: 4 Juta Anak Putus Sekolah
Secara nasional, jumlah anak putus sekolah tercatat mencapai 4 juta orang, dengan 9.000 di antaranya adalah anak usia 16–18 tahun. Dalam konteks ini, pemerintah mencoba melakukan intervensi melalui program keterampilan dan kewirausahaan agar mereka tetap bisa memiliki masa depan cerah.
“Tahun ini, Kemendikdasmen menargetkan 1.000 anak putus sekolah untuk mengikuti PKK dan PKW. Ini adalah upaya konkret untuk memberikan kesempatan kedua bagi mereka,” jelas Mu’ti.
???? Anak Pilih Bekerja Ketimbang Sekolah
Di beberapa daerah, seperti Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), anak-anak lebih memilih bekerja ketimbang sekolah karena faktor ekonomi. Mu’ti menyebut ada kasus di mana anak-anak bisa menghasilkan Rp300.000–Rp350.000 per hari di sektor pertambangan non-formal.
“Jika anak-anak dihadapkan pada pilihan antara sekolah tanpa uang saku dan bekerja dengan upah besar, maka mereka akan memilih bekerja. Ini tantangan serius,” tambahnya.
???? Perlu Kolaborasi dan Edukasi