Pelajaran Budi Pekerti Kembali Digalakkan! Solusi Ampuh Cegah Perundungan di Sekolah yang Kian Meresahkan
Ilustrasi Foto--
Lestari Moerdijat menekankan, pendidikan budi pekerti bukan sekadar teori moral, melainkan pondasi membentuk kesadaran sosial dan empati.
Melalui pembelajaran ini, siswa dilatih untuk mengenali tindakan salah, berani membela kebenaran, dan menghormati sesama tanpa membeda-bedakan.
Ia juga menegaskan bahwa sekolah perlu aktif mengidentifikasi kelompok rentan, yaitu anak-anak yang kerap menjadi sasaran perundungan karena kelemahan fisik, ekonomi, atau sosial.
“Tipikal anak yang dibully itu hampir semua sama, mulai dari SD sampai SMA. Maka, sekolah harus memberikan penguatan kepada mereka,” ujarnya.
Pencegahan bullying harus bersifat menyeluruh — melibatkan pendidik, konselor, dan keluarga.
Tidak cukup menghukum pelaku, tetapi juga harus ada intervensi bagi korban, agar mereka berani berbicara dan tidak merasa sendirian.
Tragedi yang Menyadarkan Bangsa
Kasus Timothy tidak hanya menyisakan duka, tetapi juga tamparan keras bagi dunia pendidikan.
Ironisnya, setelah kematian sang mahasiswa, beredar unggahan media sosial yang justru mengejek korban.
Fenomena ini memperlihatkan betapa dangkalnya pemahaman sebagian anak muda tentang empati dan moralitas.
Oleh sebab itu, pelajaran budi pekerti dianggap bukan nostalgia masa lalu, melainkan kebutuhan mendesak untuk membangun kesadaran moral generasi masa depan.
Pendidikan seharusnya tidak hanya mencetak siswa cerdas, tetapi juga manusia yang berperikemanusiaan.
“Tanpa nilai budi pekerti, bangsa ini akan kehilangan jati diri dan rasa kemanusiaan,” tutup Lestari Moerdijat.