Puskas Ungkap Akar Konflik Gajah dan Manusia di Air Sugihan

Gajah Sumatera. Foto: dok/Wikipedia--

REL, Palembang - Selama tiga hari, sejak 8 Mei 2024, Pusat Kajian Sejarah (Puskas) Sumatera Selatan melakukan kajian tentang gajah Palembang di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). 

Kajian ini bertujuan untuk mengungkap akar konflik antara manusia dan gajah di wilayah tersebut.

Tim Puskas Sumsel yang terdiri dari Vebri Al-Lintani, Ali Goik, Kemas Panji, Dudy Oskandar, Dayat, dan dipimpin oleh Dedi Irwanto, turun ke lima desa yang sering mengalami konflik dengan gajah: Desa Bukit Batu, Simpang Heran, Banyu Biru, Srijaya Baru, dan Desa Jadi Mulya.

Salah satu temuan menarik dari kajian ini adalah bahwa banyak orang tidak mengetahui bahwa Palembang merupakan daerah gajah. Hal ini menyebabkan konflik antara manusia dan gajah semakin sering terjadi, karena masyarakat tidak memahami habitat dan perilaku gajah.

BACA JUGA:Inter dan Juve Terancam Gagal ke Piala Dunia Antarklub 2025

BACA JUGA:Bayer Leverkusen Melaju ke Final Liga Europa, Tantang Atalanta!

"Kami merasakan adanya konflik ini, yang utama habitat gajah diusik oleh manusia. Gajah memiliki jelajah edar yang bersifat siklus, berdasarkan pendapat masyarakat tersebut wilayah edar gajah tidak sengaja diganggu sehingga gajah masuk dan terkadang mengamuk di permukiman," ujar Ali Goik, salah satu anggota tim Puskas Sumsel.

Menurut Ali Goik, dulunya masyarakat dapat menghalau gajah dengan kata-kata tertentu. Namun, saat ini, hal tersebut tidak lagi efektif dan masyarakat harus menggunakan berbagai cara untuk menghalau gajah, seperti menggunakan tetabuan kaleng atau suara petasan.

Vebri Al-Lintani, anggota tim Puskas Sumsel lainnya, menjelaskan bahwa berdasarkan informasi dari masyarakat, pada masa lalu terdapat harmonisasi antara kehidupan gajah dan manusia di Sumatera Selatan.

"Gajah itu hewan cerdas, merasa terganggu kalau diusik. Tokoh Si Dasir dalam tradisi lisan Sumsel, contohnya. Si Dasir mati karena mengusik gajah. Selain itu, dalam sejarah Raja Sriwijaya, Shih-Ling-Chia dikatakan menaiki gajah jika melakukan perjalanan jauh. Artinya, sejak masa lampau gajah Palembang sudah mendukung kehidupan manusia di Sumsel, bukan berkonflik seperti dikeluhkan masyarakat sekarang ini," jelas Vebri.

BACA JUGA:Bayer Leverkusen Melaju ke Final Liga Europa, Tantang Atalanta!

BACA JUGA:Harga Daging dan Telur Stabil di Pasar Pulau Emas

Vebri menambahkan bahwa konflik antara manusia dan gajah harus diselesaikan dengan mencari solusi budaya yang tepat.

Tim Puskas Sumsel berharap hasil kajian ini dapat membantu dalam mencari solusi untuk menyelesaikan konflik antara manusia dan gajah di Air Sugihan. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan