Isak tangis Mbah Siyem dan Keluarga Melihat tanah Miliknya Seluas 1,7 Hektar dirikan Sd dan kolam Renang.

Sengketa tanah warisan Mbah Siyem di Desa Karangasem, Grobogan, Jawa Tengah-Documen.Rel-

REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID -Kasus sengketa tanah di Desa Karangasem, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, menjadi perhatian setelah Mbah Siyem dan keluarganya menggugat pemerintah desa setempat.

Tanah warisan seluas 1,7 hektare milik Mbah Siyem, yang seharusnya diwarisi dari ayahnya, Kasman, mendadak berubah menjadi bangunan sekolah dasar (SD) dan kolam renang.

BACA JUGA:Empat Lawang Kebagian 25 Guru PPPK

Mbah Siyem, yang meninggalkan tanah tersebut untuk merantau ke Sumatera sejak 2022, kaget mendapati sertifikat tanah tersebut telah beralih kepemilikan menjadi milik Pemerintah Desa Karangasem.

Tanah itu sebelumnya digunakan keluarga Mbah Siyem untuk lahan pertanian dan perkebunan hingga tahun 1990, sebelum akhirnya tidak lagi dimanfaatkan.

Kembalinya Mbah Siyem pada tahun 2024 membawa kejutan pahit. Tanah seluas 1,7 hektare tersebut kini dikuasai oleh pemerintah desa dan telah digunakan untuk fasilitas umum.

BACA JUGA:Tingkatkan Antisipasi Kejahatan 3C dengan Patroli Intensif

Meski setengah tanah sudah berubah fungsi menjadi bangunan SD dan kolam renang, Mbah Siyem dan tiga saudaranya—Karmin, Kasno, serta Parju—tetap berupaya memperjuangkan hak atas sisa tanah yang tersisa melalui proses hukum di Pengadilan Negeri Purwodadi.

Kuasa hukum keluarga, M Amal Lutfiansyah, menegaskan bahwa keluarga Mbah Siyem tidak pernah menjual tanah tersebut dan tidak ada bukti yang menunjukkan peralihan hak kepada pemerintah desa.

Mereka berharap keputusan pengadilan nanti akan adil dan memulihkan hak mereka. "Kami hanya meminta sisanya saja dari yang sudah terlanjur didirikan bangunan itu. Untuk fasilitas umum, klien kami sudah mengikhlaskan," ujar Lutfiansyah.

BACA JUGA:Juru Sembelih Bersertifikat di Sumsel Masih Minim

Di sisi lain, Kepala Desa Karangasem, Kanto, menyatakan bahwa tanah tersebut sudah lama dianggap sebagai aset desa dan telah disertifikatkan atas nama desa sejak 31 Agustus 1970.

"Setahu saya sejak kecil, itu tanah sudah milik desa. Memang tidak ada bukti jual belinya. Silahkan dibawa ke meja persidangan, biar pengadilan yang berbicara," tegas Kanto.

BACA JUGA:Intervensi PPDB di Sumsel Jadi Sorotan

Tag
Share