Penundaan QR Code BBM: Solusi Tepat atau Beban Baru Bagi Masyarakat?
Doc/Foto/Ist--
REL,BACAKORAN.CO - Pemerintah resmi mengatur kebijakan penjualan bahan bakar minyak (BBM) menggunakan QR code atau barcode di SPBU, yang semula direncanakan mulai berlaku pada 1 Oktober 2024. Meski demikian, di sejumlah daerah, terutama Sulawesi Selatan, beberapa SPBU sudah menerapkan kebijakan tersebut secara parsial.
BACA JUGA:Puan Maharani Kembali Jadi Ketua DPR RI, Ponakan Prabowo dan Putra SBY Dapat Jabatan Strategis
BACA JUGA:Aturan Baru Isi BBM Subsidi Resmi Dibatasi Mulai 1 November 2024
Subsidi Program Tepat dan Penggunaan Kode QR
Kebijakan ini merupakan bagian dari Program Subsidi Tepat yang digagas oleh PT Pertamina Patra Niaga. Program ini bertujuan untuk memastikan BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar, dapat disalurkan kepada masyarakat yang berhak melalui pendataan yang lebih akurat menggunakan aplikasi MyPertamina. Melalui penggunaan kode QR, pemerintah berharap subsidi BBM lebih tepat sasaran.
Namun, meski pemerintah menunda pembelian subsidi BBM, beberapa SPBU di Sulawesi Selatan, seperti di Bulukumba dan Makassar, sudah mewajibkan pengendara untuk menggunakan QR code MyPertamina untuk membeli Pertalite. Di Bulukumba, kebijakan ini bahkan memicu protes dari para pengemudi yang merasa kesulitan dalam menggunakan QR code. Mereka menolak penggunaan sistem digital ini dan tetap menginginkan proses pembelian BBM secara manual.
BACA JUGA:kebijakan terbaru pembatasan pembelian BBM Pertalite Masyarakat dibuat bingung Dengan hal ini!
BACA JUGA:Pemerintah Segera Batasi Penggunaan BBM Subsidi untuk Kendaraan Tertentu
Tantangan di Lapangan
Penerapan kode QR dalam pembelian BBM bersubsidi masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa pengendara melaporkan kesulitan dalam mendaftar di aplikasi MyPertamina. Proses pendaftaran yang memerlukan data seperti KTP dan STNK dianggap rumit oleh sebagian masyarakat, terutama mereka yang belum terbiasa dengan teknologi digital. Salah satu pengendara, Adit, mengeluhkan proses pendaftaran yang berulang kali gagal, bahkan setelah mencoba selama satu jam.
Ketidakberhasilan dalam mendaftar membuat Adit tidak bisa membeli BBM di SPBU dan terpaksa membeli BBM di pengecer dengan harga yang lebih mahal. Kondisi ini mencerminkan adanya kesenjangan teknologi di masyarakat, terutama di kalangan pengguna BBM bersubsidi yang umumnya berasal dari kelas menengah ke bawah.
BACA JUGA:Gudang Penampungan BBM Ilegal di Keramasan Dibongkar Petugas
BACA JUGA:Pemerintah Segera Batasi Penggunaan BBM Subsidi untuk Kendaraan Tertentu
Pentingnya Sosialisasi yang Maksimal