REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID -Pada bulan Agustus 2024, perhatian publik di Indonesia tertuju pada insiden yang melibatkan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional.
Kontroversi bermula ketika seorang anggota Paskibraka putri terlihat melepas jilbabnya saat pengukuhan oleh Presiden Joko Widodo di Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada 13 Agustus 2024.
Peristiwa ini memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama terkait isu kebebasan beragama dan nilai-nilai Pancasila.
BACA JUGA:BKSDA Bengkulu Pastikan Harimau Sumatra Berada di Habitat Aslinya
BACA JUGA:Sementara, se-Sumsel 6.098.698 Mata Pilih
Penjelasan BPIP: Keseragaman dan Kesukarelaan
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, memberikan penjelasan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengangkat nilai-nilai keseragaman dalam pengibaran bendera.
Menurut Yudian, tidak ada paksaan dari pihak manapun agar anggota Paskibraka melepaskan jilbab mereka. Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut diambil secara sukarela oleh anggota Paskibraka putri untuk memenuhi aturan yang ada.
Namun, respons masyarakat terhadap penjelasan ini cukup beragam. Banyak pihak menilai bahwa aturan yang dikeluarkan BPIP tersebut tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam hal kebebasan beragama, hingga akhirnya BPIP menyampaikan permintaan maaf.
BACA JUGA:2 Terdakwa Divonis 3 dan 4 Tahun Penjara
BACA JUGA:Paskibraka Sumsel Resmi Dikukuhkan
Sejarah Paskibraka: Dari Yogyakarta ke IKN
Terlepas dari kontroversi yang terjadi, sejarah Paskibraka di Indonesia memiliki akar yang kuat dalam perjuangan kemerdekaan.
Paskibraka pertama kali terbentuk pada tahun 1946 atas inisiatif Mayor Husein Mutahar, seorang ajudan Presiden Soekarno.
Saat itu, Mutahar ditugaskan untuk mempersiapkan upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta.