RAKYATEMPATLAWANG – Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pertanian perkotaan di Amerika Serikat dan Eropa menghasilkan emisi karbon yang lebih tinggi dibandingkan pertanian konvensional.
Rata-rata, pertanian perkotaan menghasilkan enam kali lipat emisi karbon dibandingkan pertanian tradisional. Ini menimbulkan pertanyaan tentang dampak lingkungan dari kebun rumahan.
Di Inggris, musim semi menjadi waktu yang ideal untuk menanam sayuran. Banyak orang memilih untuk menanam di kebun sewaan, termasuk di Isle of Dog, London.
BACA JUGA:MIND ID Optimalkan Teknologi untuk Tekan Emisi
Meskipun niatnya positif—mengurangi ketergantungan pada produk impor dan kemasan plastik—data menunjukkan bahwa kebun kolektif mengeluarkan rata-rata 0,81 kilogram CO2e per porsi, jauh lebih tinggi dibandingkan 0,07 kilogram CO2e dari pertanian konvensional.
Peneliti utama, Jason Hawes, menegaskan bahwa meskipun hasil penelitian mungkin mengecewakan bagi banyak pecinta berkebun, mereka tidak bermaksud merendahkan kebun rumahan.
Penelitian ini menggarisbawahi perlunya perencanaan yang lebih baik untuk mengurangi jejak karbon di pertanian perkotaan.
BACA JUGA:Kemudahan Transaksi Anggota Polres Lahat Melalui Sistem Payroll BRI
BACA JUGA:Sabrina BRI: Asisten Virtual Canggih untuk Nasabah
Dari analisis ini, Hawes menyarankan bahwa dengan menggunakan metode yang berkelanjutan, seperti mendaur ulang bahan untuk infrastruktur taman, pekebun dapat menanam dengan jejak karbon yang lebih rendah.
Meskipun banyak yang merasa tertekan oleh hasil ini, para ahli menekankan pentingnya keberlanjutan dan kesadaran akan dampak lingkungan dalam berkebun.
Diskusi mengenai penelitian ini telah memicu reaksi emosional di media sosial, dengan banyak orang mempertanyakan metode dan motivasi di balik studi tersebut.
BACA JUGA:Bank BRI Tawarkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk Kembangkan UMKM