BACA JUGA:Warga Ingin Ada Tembok Penahan
BACA JUGA:Mendikdasmen Abdul Mu’ti: Guru Tak Hanya Mengajar, Ini 4 Tugas Baru yang Harus Diketahui
Tersangka diketahui kerap memanfaatkan posisinya untuk memengaruhi saksi-saksi agar tidak memberikan keterangan yang jujur. Oleh karena itu, penahanan menjadi langkah penting untuk memutus pengaruh tersebut.
"Penahanan ini bukan berarti kami tidak memiliki rasa kemanusiaan. Dokter yang memeriksa menyatakan tersangka dalam kondisi sehat. Penahanan ini kami harapkan dapat mempercepat pengumpulan bukti dan keterangan yang masih tersisa," tegas Anita.
Penampilan Saharudin yang menutupi wajahnya dengan buku saat digiring ke tahanan menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Sebagian menganggapnya sebagai bentuk rasa malu, sementara yang lain mengecam tindakan tersebut sebagai upaya menghindari sorotan publik.
BACA JUGA:Siapkan Guru Profesional Masa Depan
BACA JUGA:Waspada! Banjir dan Longsor Ancam OKU
Bahkan pengacara tersangka, Darmansyah yang ikut mengingiri tersangka saat penahanan. Sempat menghalangi sejumlah awak media yang melakukan peliputan. "Minggir media, minggir media," ujarnya sambil menghalau jarak sorot sejumlah kamera.
Namun, kasus ini kembali mengingatkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa. Korupsi yang dilakukan Saharudin tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat desa yang seharusnya mendapatkan manfaat dari anggaran tersebut.
Proses hukum terhadap Saharudin terus berjalan. Kejaksaan Negeri Lubuklinggau berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga ke akarnya. (*)