REL, Empat Lawang - Tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Empat Lawang yang digelar 27 November 2024 lalu menjadi sorotan.
Pasalnya, dari hasil perhitungan yang dilakukan, sebanyak 71.412 warga yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tidak menggunakan hak pilihnya alias golput.
Dari total 257.020 pemilih yang terdaftar, hanya 185.608 warga yang hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam dokumen D Hasil Kabupaten yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Empat Lawang pada 2 Desember 2024.
Untuk diketahui pada Pilkada Empat Lawang 27 November 2024 lalu, hanya ada satu pasangan calon yakni nomor urut 2, H Joncik Muhammad - Arifai sedangkan nomor urut 1 kotak kosong.
BACA JUGA:KPU Empat Lawang Siapkan 531 TPS dan 1 TPS Khusus
Salah satu masyarakat yang enggan ditulis namanya mengaku, saat Pilkada 27 November 2024 lalu, ia tidak mencoblos karena tidak ada pilihan yang sesuai.
"Males nyoblos kemarin. Karena tidak ada pilihan dan kita sudah tahu siapa yang menang," katanya.
Meski begitu, KPU Empat Lawang menegaskan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang akan digelar pada 19 April 2025 tetap akan menggunakan DPT Pilkada 2024 yang sama.
"Ya, DPT pada PSU nanti akan menggunakan DPT pada Pilkada serentak 2024," ujar Ketua KPU Empat Lawang, Eskan Budiman, saat dikonfirmasi media.
BACA JUGA:Memoratorium Belum Dicabut Kemendagri, Pilkades Ditunda
Sebagai informasi, DPT Pilkada 2024 memang mengalami penurunan dibandingkan dengan DPT Pemilu Februari lalu. Dari sebelumnya 257.353 pemilih, kini menjadi 257.020, atau berkurang sebanyak 333 pemilih.
Pemilih yang terdaftar tersebar di 156 desa/kelurahan, dengan total 530 TPS reguler dan satu TPS khusus yang berada di Lapas Kelas IIB Empat Lawang.
Secara administratif, kabupaten ini memiliki 10 kecamatan, dengan Kecamatan Tebing Tinggi menjadi wilayah dengan jumlah pemilih terbanyak, mencapai lebih dari 52 ribu orang.
KPU pun dihadapkan pada tantangan besar untuk meningkatkan partisipasi publik di PSU mendatang. Tingginya angka golput dikhawatirkan mencerminkan ketidakpercayaan publik terhadap proses politik lokal, atau lemahnya edukasi politik kepada masyarakat.
BACA JUGA:Bangun Semangat Baru Layanan Publik