Dinding dan lantainya juga masih sebagian besar terbuat dari kayu jati tua yang hingga kini tetap kokoh, meski telah berusia lebih dari 700 tahun.
Yang menarik, di dalam masjid tidak ditemukan pengeras suara, karpet mewah, atau lampu kristal. Kesederhanaan ini mencerminkan kesakralan dan ketenangan, menjadikan suasana masjid terasa sangat khusyuk saat digunakan untuk beribadah.
BACA JUGA:Bocoran Oppo F30 Pro 5G! Smartphone Flagship Gahar dengan Harga Kompetitif, Rilis Juni 2025!
Dihuni Ratusan Monyet: Harmoni Alam dan Spiritualitas
Salah satu hal unik dari Masjid Saka Tunggal adalah keberadaan ratusan ekor monyet jinak yang hidup di kawasan sekitar masjid.
Keberadaan mereka sudah berlangsung sejak dahulu kala dan tidak pernah mengganggu aktivitas warga atau jamaah.
Bahkan, masyarakat setempat percaya bahwa monyet-monyet tersebut adalah "penjaga" kawasan suci ini.
Tradisi memberi makan monyet juga menjadi bagian dari kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.
Pengunjung dilarang mengusik atau mengganggu mereka karena dianggap sebagai makhluk yang dilindungi.
Pusat Ziarah dan Kegiatan Keagamaan
Setiap tahunnya, terutama pada bulan Ramadhan, Maulid Nabi, dan 1 Muharram, ribuan orang datang berziarah ke Masjid Saka Tunggal.
Mereka mengikuti kegiatan keagamaan seperti pengajian akbar, doa bersama, dan ritual tahlil, serta mengenang jasa Kyai Mustolih dan para penyebar Islam terdahulu.
Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat spiritual dan budaya masyarakat sekitar.
Pemerintah Kabupaten Banyumas bahkan menetapkannya sebagai cagar budaya, dan terus melakukan pelestarian tanpa mengubah struktur aslinya.
BACA JUGA:10 Destinasi Wisata Religi di Kalimantan Timur, Penuh Nilai Sejarah dan Spiritual
Nilai-nilai Luhur yang Harus Dijaga