Waktu Twitter milik saya dihancurkan –seingat saya follower-nya hampir 2,5 juta– saya tidak yakin atas
info yang sampai ke saya: buzzer yang melakukan itu. Kini, sejak diungkap Kejagung, saya jadi percaya.
Sebenarnya ada lembaga yang pernah mengungkap dunia gelap per-buzzer-an: LP3ES. Lembaga itu
melakukan penelitian mendalam siapa di balik buzzer. Saat hasil penelitian diungkapkan, LP3ES diserang
buzzer habis-habisan.
Elon Musk tidak perlu mengerahkan buzzer. Ia sendiri yang melakukan penyerangan atas pidato Trump.
Musk lebih berjiwa ''ini dadaku'' dari para buzzer yang pilih motto ''ini pantatku''.
Trump sangat marah. Respons terkanak-kanakannya: ia akan buang mobil Tesla warna merah yang ia
beli beberapa bulan lalu. Trump juga mengatakan tidak mau mengingat lagi nama Elon Musk.
Itu mustahil.
Setidaknya Trump pasti ingat uang USD 300 juta yang disumbangkan Musk kepadanya. Yakni sebelum
pelaksanaan pemilihan presiden. Trump tidak mungkin lupa sayembara berhadiah jutaan dolar yang
dilaksanakan Musk untuk mereka yang memilih Trump.
"Trump tidak mungkin terpilih tanpa saya," ujar Elon Musk si pemilik Tesla.
Di Indonesia juga banyak yang mengklaim seperti itu. "Tanpa Jokowi, Prabowo tidak mungkin terpilih",
ujar para pendukungnya. "Kalau Cawapresnya bukan Gibran mana mungkin Prabowo bisa jadi presiden".