Refly Harun: Gibran Jadi Wapres Setelah SMA di Luar Negeri Adalah Cacat Bawaan

Kamis 11 Sep 2025 - 18:00 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Adi Candra

Rel, Bacakoran.co – Polemik keabsahan ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menyeruak.

Setelah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana gugatan perdata yang dilayangkan warga bernama Subhan pada Senin (8/9/2025).

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, turut menanggapi isu ini. Menurutnya, salah satu hal yang tidak bisa diputuskan pengadilan adalah menyatakan Gibran tidak sah menjadi wakil presiden. Namun, menurut Refly, gugatan ini tetap menyentuh titik krusial: apakah ijazah SMA Gibran sah dan sesuai syarat di Indonesia.

“Satu-satunya yang tidak bisa dilakukan pengadilan adalah membatalkan posisi Gibran sebagai wapres. Tapi, yang bisa dipertanyakan adalah keabsahan ijazah SMA-nya, apakah benar sesuai standar di Indonesia,” ujar Refly dalam tayangan YouTube miliknya.

BACA JUGA:Harga Jatuh Bebas! 7 HP Flagship Xiaomi 2025 Kini Murah, 14 Pro Tinggal Rp4 Juta

BACA JUGA:Smartphone Mahal Kian Laris, Pixel 9 Jadi Kuda Hitam Lawan iPhone & Samsung

Ijazah SMA Luar Negeri Dinilai Tidak Sama

Refly menekankan bahwa ijazah SMA dari sekolah luar negeri tentu berbeda secara fundamental dengan ijazah dari sekolah di Indonesia. Pasalnya, ada muatan kurikulum yang tidak diajarkan di luar negeri, padahal hal itu sangat penting sebagai bekal calon pemimpin bangsa.

“Di luar negeri tidak ada pelajaran PPKN, Pendidikan Pancasila, atau Sejarah Indonesia. Itu sebabnya ijazah SMA Republik Indonesia sangat penting, apalagi untuk menjadi presiden atau wakil presiden,” jelas Refly.

Ia menambahkan, meskipun standar pendidikan internasional bisa diakui setara, namun aspek kebangsaan dan nasionalisme yang tertanam dalam pendidikan Indonesia tidak bisa tergantikan.

Pendidikan Dasar Harus di Indonesia

Menurut Refly, pendidikan dasar selama sembilan tahun – mulai dari SD, SMP, hingga SMA – seharusnya ditempuh di Indonesia. Hal ini penting agar seorang calon pemimpin memahami identitas bangsa sejak dini.

“Kalau untuk pendidikan lanjutan seperti sarjana, magister, hingga profesor, itu silakan di luar negeri. Tapi pendidikan dasar wajib di tanah air,” tegasnya.

Refly bahkan menyebut kondisi ini sebagai “cacat bawaan” dalam konteks syarat kepemimpinan. Sebab, pendidikan SMA di luar negeri dianggap tidak memenuhi standar nilai kebangsaan yang melekat pada ijazah SMA di Indonesia.

Perlu Judicial Review

Kategori :