Dari Mekah ke Madinah juga serba batu. Anda sudah tahu: di sana warna gunung batunya hitam. Di Arizona gunung-gunung batunya berwarna coklat muda.
Garis-garis lurus itu pun akhirnya sampai kota Yuma. Inilah kota yang juga dibelah dua: separo di Amerika, separonya lagi di Meksiko.
Pagar pembatas dua negara pun terlihat lagi. Pun setelah Yuma, pagarnya terlihat lebih nyata: pagar di tengah gurun. Lurus seperti garis di buku tulis. Gurun panas nan luas diberi pagar. Gurun di sisi Amerika, gurun pula di sisi Meksiko.
Untungnya, saya semakin percaya pada suami Janet. Di sepanjang bentangan El Paso hingga Tucson, hampir selalu ada orang yang mengemudikan mobil. Saya hanya membantu dua jam lebih awal: dari El Paso ke Gila Bend.
Ternyata kemampuan suami Janet tidak perlu diragukan. Bahkan lebih stabil --cepatnya.
Sejak pisah dari John di Lawrence, Kansas, saya seperti sudah melupakan bahasa Inggris. Sepanjang jalan, siang-malam, hanya berkomunikasi dengan mereka dalam bahasa Mandarin.
Mereka terlihat begitu bahagia tidak lagi harus berbahasa Inggris. Pun di restoran, mereka tidak mau order. Semua terserah ke saya. Makan apa pun mau --asal tidak dipaksa order dalam bahasa Inggris.
Mereka pusing kalau harus membuka menu yang hurufnya Inggris. Seperti saya dulu, pusing kalau harus order menu di Beijing.
Baru bila ke restoran Chinese food mereka yang order --minta buku menu yang berbahasa Mandarin.
Tiba di Tucson Janet masih minta ke taman nasional di balik gunung batu di barat kota. Harus di waktu senja pula. Agar dia bisa mengabadikan hutan kaktus di lereng gunung itu terlihat seperti hantu-hantu pocong yang kurang makan.(Dahlan Iskan)