REL,EMPATLAWANGNBACAKORAN.CO.ID - Monumen Nasional (Monas) Jakarta tidak hanya merupakan simbol kebanggaan nasional, tetapi juga menyimpan kisah tragis di balik kilauan emas yang melapisi Lidah Api Kemerdekaan di puncaknya.
Salah satu tokoh kunci dalam sejarah Monas adalah Teuku Markam, seorang saudagar kaya asal Aceh yang menyumbangkan 28 kilogram emas untuk melapisi lidah api tersebut.
BACA JUGA:Menelusuri Keunikan Jakarta Selatan: Tujuh Destinasi Wisata Populer yang Wajib Dikunjungi
Teuku Markam lahir di Aceh Utara pada tahun 1925 dan merupakan seorang yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia setelah masuk ke dalam militer.
Namun, setelah meraih kesuksesan dalam dunia bisnis, ia menjadi terkenal sebagai salah satu saudagar terkaya di Indonesia, dengan berbagai bisnis dari ekspor-impor hingga perdagangan baja.
Namun, kehidupan Teuku Markam berubah drastis setelah era kepemimpinan Soekarno berakhir.
Pada tahun 1966, saat Soeharto mengambil alih kepemimpinan, Teuku Markam diciduk dan dipenjara tanpa proses peradilan.
BACA JUGA:Monas: Simbol Kebanggaan Jakarta dalam 6 Fakta Unik yang Patut Diketahui.
Ia dituduh terlibat dalam pemberontakan dan dianggap sebagai garis keras.
Perjalanan penahanan Teuku Markam tidaklah mudah. Ia dipindahkan dari satu penjara ke penjara lainnya di Jakarta, termasuk di tahanan Cipinang dan Nirbaya, yang khusus diperuntukkan bagi politisi.
Tahun 1972, kondisinya semakin memburuk sehingga ia harus dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto selama dua tahun.
Setelah bebas pada tahun 1974, Teuku Markam hidup dalam keterpurukan. Hartanya dijarah oleh rezim zaman itu dan kehidupan keluarganya pun terpuruk.
Semua aset miliknya, termasuk perusahaan-perusahaan besar, diambil alih oleh pemerintah dan dikelola oleh PT PP Berdikari sebagai modal negara.
BACA JUGA:Cocok Buat Liburan Bareng Keluarga, Ini 6 Rekomendasi Wisata Menarik di Bekasi
Teuku Markam meninggal pada tahun 1985 akibat komplikasi penyakit yang dideritanya. Kisah hidupnya yang penuh dengan perjuangan dan kontribusi besar untuk bangsa Indonesia tidak hanya diakui tetapi juga menghadapi ujian yang berat dalam kehidupan pribadinya.