Kartu Tani Tidak Berlaku Lagi: Penebusan Pupuk Subsidi Kini Cukup Pakai KTP
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman-ist/net-
Kartu Tani Tidak Berlaku Lagi: Penebusan Pupuk Subsidi Kini Cukup Pakai KTP
REL, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengumumkan kebijakan baru terkait penebusan pupuk subsidi.
Mulai saat ini, penggunaan Kartu Tani resmi dihentikan. Sebagai gantinya, petani kini cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk mendapatkan pupuk subsidi.
Keputusan ini diambil untuk mempermudah petani yang selama ini menghadapi berbagai kendala dalam menggunakan Kartu Tani. Banyak keluhan muncul, seperti akun yang sulit diakses hingga keterbatasan sinyal di beberapa daerah terpencil, termasuk Papua.
> "Kartu Tani tidak berlaku lagi, kami sudah umumkan KTP. Kalau ada yang menghalangi, lapor ke polisi setempat atau ke Kementan. KTP cukup untuk menebus pupuk," tegas Mentan Amran di Jakarta, Rabu (6/11/2024).
BACA JUGA:Kenaikan Gaji Guru di Hari Guru Nasional: Fakta atau Hanya Harapan?
BACA JUGA:Rencana Besar Prabowo untuk PNS, Transformasi Gaji dan Sistem Baru Menuju 2045
Keluhan Petani Diatasi
Langkah ini juga menjawab keluhan kepala desa yang mengatakan bahwa banyak petani kesulitan mendapatkan pupuk subsidi. Dengan KTP, akses menjadi lebih sederhana tanpa perlu memikirkan PIN atau koneksi internet.
Mentan Amran menekankan, kebijakan ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo untuk memastikan kemudahan bagi petani. "Arahan Presiden jelas, cukup pakai KTP. Tidak perlu lagi repot dengan PIN atau sinyal," tambahnya.
Kuota Pupuk Subsidi Ditambah
Selain perubahan mekanisme, pemerintah juga meningkatkan kuota pupuk subsidi menjadi 9,5 juta ton sejak awal 2024. Peningkatan ini diharapkan mampu mencukupi kebutuhan petani di seluruh Indonesia.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2024, yang menetapkan bahwa penerima pupuk subsidi adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Kuota ini mencakup subsektor tanaman pangan (seperti padi, jagung, dan kedelai), hortikultura (cabai, bawang merah, dan bawang putih), serta perkebunan (tebu rakyat, kakao, dan kopi).