Disway: Dosen GPT
--
BACA JUGA:Tafsir Iqra Oleh: Dahlan Iskan
BACA JUGA:Medali Debat Oleh: Dahlan Iskan
Maka di ruang tunggu transit itu saya konsentrasi ke baterai. Lupa kepada si kacamata yang awalnya menarik perhatian itu.
Saat boarding pun tiba. Saya pilih boarding belakangan. Agar lebih banyak strum yang masuk ke baterai. Ternyata si kacamata juga pilih boarding belakangan. Sampai antrean habis pun dia belum berdiri.
Saya maju duluan. Saat itulah seorang dokter gigi yang saya kenal menyeret tangan saya: "Ini ibu Wamen, juga satu pesawat dengan kita," katanya.
Menyesal. Ternyata dia benar-benar dia! Stella Christie --wakil menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi itu. Saya pun menyalami. Saya mencoba untuk merendah. Dia lebih merendah lagi.
Anda tahu dia memang orang yang simple. Tapi kenyataannya jauh lebih simple dari yang saya bayangkan. Simple segala-galanya. Termasuk pilihan tempat duduk di ruang tunggu kelas ekonomi ini. Di sembarangan kursi.
Dia hanya ditemani satu wanita muda yang juga sangat sederhana. Bukan seperti ajudan. Bukan seperti staf seorang wakil menteri pada umumnya.
Saya juga lama berusaha seperti itu tapi tidak bisa. Saya tidak bisa menyendiri seperti itu. Selalu banyak orang yang datang nimbrung. Sedang Stella benar-benar seperti penumpang biasa.
Sambil berjalan menuju belalai gajah kami pun ngobrol pendek. Dia menyandang ranselnyi sendiri. Terlihat ada tumbler minuman di ransel itu. Dia mandiri. Bawa barang sendiri. Bawa minuman sendiri.
Begitu masuk pintu pesawat saya lihat tinggal satu tempat duduk di kelas bisnis yang kosong. Paling depan kiri. Saya pun berpikir: oh... Di situ dia akan duduk.
BACA JUGA:Temuan Prasasti Baru di Magetan: Batu Bertuliskan Aksara Jawa Kuno Ditemukan di Kebun Jati
Tidak! Dia terus berjalan melewati kelas bisnis itu. Ternyata dia duduk di kelas ekonomi.
"Kursi saya lebih di sana," kata saya kepada Stella sambil pamitan menuju lebih ke belakang.