Sidang Korupsi Tambang Lahat: Amplop Cokelat dan SK Ganda Bongkar Dugaan Suap Bupati
Kasus dugaan korupsi pengelolaan izin tambang batu bara di Kabupaten Lahat semakin menyeruak ke permukaan, menyingkap rangkaian fakta mengejutkan.-ist-
Sidang menghadirkan tujuh saksi, termasuk Fian dan Faisal, untuk mengurai benang kusut kasus yang diperkirakan merugikan negara dalam jumlah besar.
Jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan berkomitmen menggali keterlibatan semua pihak yang terlibat dalam praktik lancung tersebut.
BACA JUGA:MAKI Sumsel Desak Gubernur Copot Kepala Sekolah Pungli
Agenda sidang lanjutan akan berlangsung pekan depan dengan pemeriksaan tambahan terhadap saksi dan bukti.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena membongkar praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi dan mencoreng tata kelola pertambangan di Indonesia.
Sebelumnya, pada Senin (13/1/2025), Pengadilan Tipikor Palembang menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penerbitan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) batu bara oleh PT ABS.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap fakta mengejutkan terkait aliran dana yang melibatkan beberapa pihak dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra SH MH.
BACA JUGA:Kondisi GOR Biduk Kajang Terbengkalai
“Saya beli barang dan kado sesuai perintah bapak Misri,” ungkap salah satu saksi di hadapan majelis hakim.
Kasus yang menyeret nama besar tersebut diduga merugikan negara hingga Rp495 miliar lebih.
Dalam dakwaannya, JPU menegaskan bahwa izin pertambangan PT ABS diberikan berdasarkan rekomendasi dan keputusan dari Bupati Lahat saat itu, Saifudin Aswari Rivai.
Lebih lanjut, JPU memaparkan bahwa aliran dana yang diterima para tersangka tidak hanya dalam bentuk mata uang rupiah, tetapi juga dolar Amerika Serikat.
BACA JUGA:Peringati Isra Miraj, Pemda Lahat Bakal Datangkan Penceramah
Fakta ini semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan praktik gratifikasi dalam penerbitan IUP OP.
Kerugian Negara Membengkak
Kerugian yang diakibatkan oleh penerbitan izin tambang ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar di wilayah Sumatera Selatan.