Hilirisasi Rudi
---
Rudi pun menanam porang. Dua hektare. Harga jual porang lagi gila-gilaan: sampai Rp 8.000/kg basah. Petani lain pun ikut menanam di lahan sekitarnya. Total sekitar 30 petani yang ikut jejak Rudi.
Harga porang jatuh. Tinggal Rp 2.500/kg. Kalau toh sempat naik lagi hanya sampai Rp 3.000/kg. Harga tinggi tidak pernah datang lagi.
BACA JUGA:Penampilan Bukayo Saka Jadi Sorotan
Banyak petani yang kapok menanam porang. Apalagi yang lahannya subur. Rugi besar. Sejak awal sebenarnya sudah dibilang: jangan menanam porang di lahan subur; tanamlah porang di lahan gersang; sejelek-jelek harga porang masih lumayan –dibanding tidak ditanami apa-apa.
Rudi punya logika lebih jelas: kalau usaha porang jelek mengapa pabrik porang milik pengusaha besar bertambah besar.
''Hilirisasi''.
Porang pun seperti nikel: perlu hilirisasi. Porang memang tidak masuk program hilirisasi di debat capres tapi masuk dalam pikiran orang Sine bernama Rudi.
''Hanya saja tidak ada modal''.
BACA JUGA:Amir Rrahmani Dituding Biang Kerok Gol Barcelona
Hilirisasi apa pun perlu modal besar –bahkan modal asing. Rudi tidak punya modal besar. Tapi tidak kehilangan akal. Ia menemukan hilirisasi porang gaya Sine: hilirisaai bertahap.
Rudi pun berdiskusi dengan teman spiritualnya: Ustad Mansur Shodiq. Dari Blitar. Alumnus pondok Gontor, Ponorogo. Juga alumni Yanbu-ul Quran, Kudus.
Mereka mendirikan De Porang. Singkatan dari Dewan Porang Pesantren Indonesia. Itu di bawah APIK (Asosiasi Pesantren Indonesia Kreatif). Ustad Mansur yang jadi ketua.
Di situ ada Koperasi Produsen Nasional Tani Santri Mandiri Indonesia.
Maka di Sine dibuat pabrik porang sederhana. Baru untuk tahap awal dari keseluruhan hilirisasi porang. Yakni masih sebatas pabrik pencuci, pembuat cip, pengering cip, dan pembuat tepung.
Petani porang Sine menyetorkan umbi ke pabrik itu. Di situlah dicuci, diiris-iris jadi cip, dikeringkan di oven, digilas jadi tepung.