Mendikdasmen Abdul Mu’ti Bungkam Soal Desakan KPAI Hentikan Pendidikan di Barak Militer

--

Rel, JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti memilih irit bicara terkait desakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang meminta agar program pendidikan siswa di barak militer dihentikan sementara.

Program yang dimaksud adalah Pendidikan Karakter Pancawaluya Jawa Barat Istimewa, gagasan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, yang dilaksanakan di lingkungan militer seperti Resimen 1 Sthira Yudha di Purwakarta dan Depo Pendidikan Bela Negara Rindam III Siliwangi, Cikole, Bandung Barat.

BACA JUGA:Kabar Baik! Pemerintah Siapkan Bantuan Tunai untuk Guru Non-ASN Mulai Juli

Saat dimintai keterangan oleh media, Abdul Mu’ti hanya berkata singkat. "Nanti tanya ke KPAI saja," ucapnya di Kantor Kemendikdasmen, Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (18/5/2025). Ia juga menyebut belum ada pembahasan internal di kementeriannya mengenai program tersebut.

Sebelumnya, KPAI menyampaikan 12 temuan krusial yang membuat mereka merekomendasikan evaluasi total terhadap program pendidikan tersebut.

Salah satunya, program dinilai belum optimal dalam mengacu pada regulasi perlindungan anak, seperti UU No. 35 Tahun 2014 dan PP No. 78 Tahun 2021.

Menurut Wakil Ketua KPAI Jasra Putra, program itu berisiko menciptakan stigma diskriminatif dan mengabaikan partisipasi anak dalam proses pendidikan.

Selain itu, belum adanya standar operasional baku seperti juknis, panduan, dan SOP menyebabkan pelaksanaan di tiap lokasi berbeda-beda.

BACA JUGA:Tol Cantik Tapi Mistis: Deretan Ruas Jalan Tol di Indonesia yang Dikenal Angker

Meski begitu, KPAI juga mengakui adanya sisi positif dalam program ini, seperti penguatan karakter, bela negara, spiritualitas, hingga nilai-nilai kebangsaan. Namun sayangnya, program belum menyasar anak-anak rentan lainnya yang juga membutuhkan perlindungan khusus.

KPAI menegaskan perlunya asesmen psikologis, struktur program yang jelas, partisipasi anak yang setara, SDM yang kompeten dalam perlindungan anak, serta kurikulum yang sejalan dengan standar pendidikan nasional.

Saat ini, program hanya melibatkan siswa dari jenjang SMP/MTs hingga SMA/SMK yang terdaftar dalam Dapodik, sementara anak-anak dari kelompok marginal lainnya belum mendapat akses yang sama.

Desakan KPAI agar program dihentikan sementara bukan berarti menolak semangat nasionalisme dan karakter. Namun, KPAI menekankan bahwa pendidikan harus dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan menjunjung tinggi hak anak.***

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan