Kampus Top Dunia Tolak LPDP! Alarm Serius untuk Reformasi Beasiswa Nasional

Kampus Top Dunia Tolak LPDP! Alarm Serius untuk Reformasi Beasiswa Nasional-ist/net-

Rel, Bacakoran.co — Dunia pendidikan tinggi Indonesia kembali diguncang. 

University of Amsterdam, salah satu kampus terkemuka dunia, menolak memperpanjang Letter of Acceptance (LoA) untuk calon mahasiswa PhD asal Indonesia yang mengajukan melalui skema Beasiswa LPDP. 

Alasannya mengejutkan: living allowance LPDP dinilai tidak mencukupi standar biaya hidup minimum di Belanda.

Kampus peringkat 53 dunia versi QS World University Rankings 2025 itu menegaskan bahwa bantuan hidup sebesar 1.500 euro per bulan dari LPDP tidak memadai, mengingat standar minimum biaya hidup layak di Belanda ditetapkan 1.700 euro per bulan. 

Selisih 200 euro ini menjadi masalah serius, karena universitas tidak mampu lagi menanggung kekurangan akibat pemangkasan anggaran pendidikan oleh pemerintah Belanda.

Keputusan serupa juga mulai diambil kampus-kampus lain di Belanda dan Finlandia, yang menolak mahasiswa doktoral internasional dengan beasiswa luar negeri yang tidak memenuhi standar kesejahteraan mahasiswa. 

Ini termasuk LPDP yang selama ini menjadi andalan ribuan pelajar Indonesia untuk studi lanjut di luar negeri.

BACA JUGA:Infinix Hot 60i: HP Tipis, Canggih, dan Murah yang Bikin Kaget!

BACA JUGA:Jalur Prestasi: Jalur Alternatif Masuk PTN Tanpa Tes

Kondisi ini mengungkap masalah struktural dalam skema pendanaan LPDP: terlalu fokus pada subsidi biaya kuliah, namun kurang memperhatikan kualitas hidup mahasiswa, terutama di negara-negara tanpa tuition fee seperti Belanda, Jerman, atau Skandinavia.

Padahal, di negara-negara tersebut, mahasiswa S3 justru mendapatkan berbagai dukungan seperti dana riset tambahan, insentif kelulusan, bahkan pembebasan biaya kuliah. Ironisnya, LPDP justru lebih banyak mengarahkan awardee ke negara-negara Anglo-Saxon seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Australia—yang memiliki biaya kuliah paling mahal di dunia.

Kondisi ini disorot oleh para awardee LPDP sendiri. Angga Fauzan, penerima beasiswa LPDP di Inggris, dalam cuitannya yang viral di X (14 Februari 2025) menyebut bahwa, "Living allowance anak-anak LPDP itu itungannya udah di ambang garis kemiskinan kalau dibandingkan dengan UMR negara mereka kuliah."

Namun kritik ini kerap dijawab dengan pernyataan normatif seperti “harus lebih bersyukur.” Padahal, realitanya jauh lebih kompleks. Ketika beasiswa tidak mencukupi untuk membayar sewa, listrik, makanan sehat, atau transportasi, mahasiswa berada dalam posisi rentan, baik secara finansial maupun mental.

Solusi? Reorientasi Strategis LPDP. Sudah saatnya LPDP melakukan evaluasi menyeluruh. Jika negara tujuan seperti Belanda atau Jerman tidak membebani mahasiswa dengan biaya kuliah, maka anggaran seharusnya dialihkan untuk meningkatkan living allowance.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan