Perangko Lelap

Dahlan Iskan.--

Si Sudan jauh di depan. Si Nusantara di belakang.  Ini saatnya beraksi. Tanpa risi. Saya pun mencopot semua pakaian. Lalu saya kenakan ihram. Beres. Tidak perlu lagi bus harus berhenti di miqat –kira-kira setengah jam lagi dari Taif. Tepatnya di Sail Al Kabeer. Hemat waktu. 

Sampai Makkah sudah jam 22.00. Perangko belum bisa bertemu amplop. 

Mas Bajuri dari Bakkah dan Mas Sodiq dari Harian Memorandum menjemput saya di terminal. Mereka mau menemani saya umrah. 

"Sendirian saja," jawab saya. Mereka sudah lelah mendampingi rombongan Bakkah. 

Saya pun langsung ke masjid Al Haram seorang diri: tawaf –mengelilingi Kakbah tujuh kali. 

Saya doakan si perangko. Juga anak-anak perangko. Cucu-cucu. Orang-orang terbaik. Sahabat-sahabat. Perusuh. 

Lalu saya masih harus Sa'i: tujuh kali jalan kaki dari bukit Sofa ke bukit Marwa. Begitulah dulu istri Ibrahim (Abraham) bersusah payah bolak-balik mencarikan air untuk bayinyi –lalu tiba-tiba ada air Zamzam. 

Pukul 00.30 Umrah selesai. Saya lihat perangko sudah tidur dengan pulasnya.(Dahlan Iskan) 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan