Anggaran MBG 2026 Sedot 44 Persen Dana Pendidikan, Kesejahteraan Guru dan Sekolah Terancam?

Anggaran MBG 2026 Sedot 44 Persen Dana Pendidikan, Kesejahteraan Guru dan Sekolah Terancam?-ist/net-

Rel, Bacakoran.co – Obsesi Presiden Prabowo Subianto terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali jadi sorotan publik. 

Meski sebelumnya diwarnai isu keracunan makanan serta kritik pedas dari para ahli pendidikan, pemerintah justru menaikkan anggaran program ini secara signifikan pada tahun 2026.

Berdasarkan RAPBN 2026, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengonfirmasi bahwa MBG akan menyedot dana fantastis sebesar Rp 335 triliun, atau setara dengan 44,2 persen dari total anggaran pendidikan nasional yang mencapai Rp 757,8 triliun. “MBG saja naik Rp 330 triliun sendiri,” kata Sri Mulyani dalam Nota Keuangan 2026.

Fokus pada Gizi, Pendidikan Terpinggirkan?

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa MBG merupakan kunci mencetak generasi emas Indonesia. Ia menyebut, pembangunan bangsa harus dimulai dari pemenuhan gizi anak. “Kita bangun generasi unggul anak-anak kita melalui MBG. Generasi unggul lahir dari tubuh sehat dengan gizi terpenuhi,” ujar Prabowo.

BACA JUGA:Malam Kenegaraan dan Aktivitas Masyarakat Terganggu, PLN Tebing Tinggi Sampaikan Permohonan Maaf

BACA JUGA:Wabup Arifa’i Pimpin Khidmat Upacara Penurunan Bendera HUT RI ke-80 di Empat Lawang

Program ini menargetkan 82,9 juta penerima manfaat, mencakup siswa sekolah, ibu hamil, hingga balita. Untuk menopang ambisi tersebut, ribuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum telah dibangun di berbagai daerah, yang disebut mampu menggerakkan ekonomi desa serta mendorong pertumbuhan UMKM.

Prabowo bahkan mengklaim capaian MBG di Indonesia melampaui negara lain. “Dalam 7 bulan, kita berhasil mencapai apa yang negara lain butuh bertahun-tahun. Brasil butuh 11 tahun untuk capai 40 juta MBG per hari,” tegasnya.

Kritik: Guru dan Sekolah Bisa Tersisih

Namun, di balik optimisme pemerintah, sejumlah praktisi pendidikan menilai kebijakan ini berpotensi menyingkirkan isu utama pendidikan: kesejahteraan guru dan mutu sekolah.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), Satriwan Salim, menyebut alokasi anggaran tersebut tidak proporsional. “Bagi kami, hal ini ironi. Pemerintah terlalu terobsesi dengan MBG, sementara guru honorer masih digaji di bawah kebutuhan minimum,” ujarnya.

Satriwan juga menyinggung amanat UU No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen yang menekankan penghasilan layak bagi pendidik, sebuah janji kampanye Prabowo yang dinilai belum terealisasi.

Senada, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menegaskan bahwa negara seharusnya memprioritaskan penyelenggaraan pendidikan dasar gratis, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Risiko terbesar adalah anggaran pendidikan tercecer ke berbagai kementerian, lalu tersedot kembali ke program MBG,” kritiknya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan