Kafe Kaifa
Kafe Kaifa.--
Oleh: Dahlan Iskan
"Kafe Kaifa di ujung jalan ini," ujar Mas Bajuri, pemilik travel umrah Bakkah. "Sekarang jadi tempat nongkrong favorit setelah salat Subuh," tambahnya.
Malam sebelumnya saya sudah ke kafe itu. Sendirian. Setelah salat Isya. Tapi saya tidak tahu kalau itu lagi ngetop. Saya juga tidak terlalu memperhatikan kalau tempat itu baru. Saya kesusu cari colokan listrik yang cocok dengan sistem colokan di Arab Saudi. HP saya sudah seperti orang puasa pada jam 16.30 WIB. HP istri sudah dua hari tidak berbuka.
Habis subuh ini saya ke Kafe Kaifa bersama Mas Bajuri dan Mas Choirul Sodiq, dirut Harian Harian Memorandum. Setelah ber-kya-kya beberapa blok sampailah kami di ujung jalan 步行街 ala Madinah itu.
Di persimpangan jalan satu blok sebelum blok terakhir mengingatkan saya pada 南京东路 Shanghai. Lalu-lintas mobil boleh memotong jalan utama itu. Di beberapa blok tadi mobil dilarang melintas. Di simpangan satu ini boleh. Mirip di tempat kya-kya Shanghai.
BACA JUGA:Entri Metting Bersama BPK
BACA JUGA:Pengisian Menggunakan Derigen Tak di Terima
Setelah menyeberang jalan ini, kami kembali berada di jalan tanpa mobil. Kembali khusus untuk pejalan kaki yang lagi kya-kya.
"Nah, itu Kafe Kaifa-nya," ujar Mas Bajuri.
Setelah blok terakhir itulah Kafe Kaifa bermula.
Yang mencolok di situ adalah: deretan kios di kanan jalan itu. Kiosnya kecil-kecil. Bajurut. Tanpa sela. Sengaja dijurutakan. Agar satu deret bisa diisi lebih 30 kios.
Meski kios ini kecil-kecil tidak terasa murahan. Desain kiosnya dibuat sangat khusus. Justru berkat desain khusus itu kesannya elite.
Padahal ukuran kios hanya dua meter. Ke dalamnya juga dua meter. Hanya ada satu pelayan di dalamnya.
Yang bisa dibeli di kios itu memang terbatas. Hanya dua atau tiga item. Tidak ada dapurnya.