PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Ungkap Cadangan Batu Bara 2,4 Miliar Ton, Siap Produksi Hingga 30 Tahun

BUMI Cadangan Batu Bara Terbesar Indonesia-Doc/Foto.Ist-

REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID - Emiten batu bara terbesar di Indonesia, PT Bumi Resources Tbk (BUMI), mengumumkan bahwa cadangan batu bara yang tersimpan di lokasi tambangnya mencapai 2,4 miliar ton.

Cadangan ini tersebar di anak usaha BUMI, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia (Arutmin), serta aset di Pendopo, Sumatera Selatan. Selain itu, potensi sumber daya batu bara BUMI diperkirakan mencapai 6,81 miliar ton.

BACA JUGA:Muhammad Said Didu Ragu PKB Akan Dukung Anies Baswedan di Pilkada DKI Jakarta 2024

BACA JUGA:Makna Filosofis 'Serumpun Sebalai' dalam Identitas Bangka Belitung: Simbol Kesatuan dan Kerukunan

Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI, Dileep Srivastava, dalam keterangannya di Jakarta pada Senin, mengungkapkan bahwa KPC memiliki cadangan sebesar 721 juta ton, sementara Arutmin memiliki cadangan 327 juta ton. Aset BUMI di Pendopo juga menyumbang cadangan sebesar 1,3 miliar ton. 

"Dengan cadangan yang ada, BUMI diperkirakan masih dapat memproduksi batu bara hingga 30 tahun ke depan dengan volume produksi mencapai 80 juta ton per tahun," ujar Dileep.

BUMI berkomitmen untuk mengoptimalkan pendapatan dan laba bersih jangka panjang dari cadangan yang ada dengan mengadopsi proses digital dalam operasional dan berusaha maksimal untuk menekan biaya produksi.

Perusahaan juga berjanji akan terus memenuhi kewajiban pasokan dalam negeri (DMO) yang ditetapkan pemerintah, dengan kontribusi nasional terhadap DMO mencapai 25 persen.

BACA JUGA:Tambang Apa SajaYang Ada di Bangka Belitung ; Potensi dan Tantangan di Masa Depan

BACA JUGA:Saham Pilihan untuk Trading 3 September: Rekomendasi dan Target Harga

Selama semester pertama 2024, BUMI mencatatkan kenaikan produksi batu bara sebesar 7 persen, menjadi 37,7 juta ton, naik dari 35,4 juta ton pada periode yang sama tahun 2023.

Namun, meskipun produksi meningkat, pendapatan BUMI justru mengalami penurunan. Pendapatan konsolidasi perusahaan turun 13 persen YoY menjadi 2,89 miliar dolar AS, dibandingkan dengan 3,30 miliar dolar AS pada periode yang sama tahun lalu.

Dileep menyebutkan bahwa penurunan pendapatan ini disebabkan oleh berbagai tantangan, termasuk fluktuasi harga, pasokan, permintaan, dan regulasi.

Meskipun demikian, laba bersih yang dapat diatribusikan naik 3,8 persen YoY menjadi 85 juta dolar AS.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan