REL, BACAKORAN.CO - Terungkapnya kasus dugaan korupsi tata niaga timah mengungkap fakta mengejutkan tentang peningkatan aktivitas pertambangan ilegal di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Hal ini diduga terkait erat dengan melimpahnya pasokan bijih timah setelah PT Timah menjalin kesepakatan dengan lima smelter.
BACA JUGA:Sejarah Tambang Timah di Bangka Belitung: Dari Zaman Kolonial hingga Era Moderen
BACA JUGA:3 Ratu Tambang Timah di Bangka Belitung: Raja-Raja Sumber Daya Alam
Saksi kunci dalam kasus ini, Musda Anshori, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Pengawasan dan Pengangkutan Unit Penambangan Darat Bangka (UPDB) Bangka Induk di PT Timah, mengungkapkan bahwa pasokan bijih timah melonjak drastis sejak perjanjian kerja sama pada tahun 2019 dengan lima smelter: PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.
"Setelah kesepakatan tersebut, kami melihat peningkatan produksi bijih timah secara signifikan," kata Musda dalam persidangan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor.
Musda juga mengungkapkan bahwa penambangan ilegal semakin meluas, terutama di kawasan "abu-abu" yang tidak bisa diterbitkan izinnya, seperti kawasan hutan.
BACA JUGA:Wajib Diketahui, Ini 4 Raja Tambang Timah di Bangka Belitung
Keterangan serupa disampaikan oleh Apit Rinaldi Susanto, mantan Evaluator Divisi P2P PT Timah. Apit mengungkapkan bahwa pertambangan ilegal terjadi secara luas di Bangka Belitung, mulai dari skala kecil hingga besar. "Mulai dari penambangan manual oleh masyarakat hingga yang menggunakan alat berat secara mekanis," ujar Apit dalam sidang.
Keduanya sepakat bahwa PT Timah mengetahui adanya aktivitas pertambangan ilegal ini. "Fakta di lapangan menunjukkan bahwa aktivitas ini memang terjadi," tambah Apit.
Kasus ini menyoroti tantangan besar dalam pengawasan dan regulasi industri pertambangan di Indonesia.***