2. Tidak merasa berdosa ketika bermaksiat, membuka aurat, atau mengabaikan perintah Allah.
3. Berat untuk bersedekah dan lebih mencintai harta dunia.
4. Menunda taubat karena merasa hidupnya baik-baik saja.
5. Merasa bangga dengan kenikmatan duniawi yang dimiliki, sementara ibadahnya justru berkurang.
BACA JUGA:Ustadz Adi Hidayat Imbau Hentikan Polemik Nasab Ba'alawi, Ajak Selesaikan dengan Pendekatan Ilmiah
Namun, meskipun terus dalam kemaksiatan, orang tersebut diberikan kelimpahan rezeki, jarang mendapat musibah, serta mendapat pujian dari orang-orang di sekitarnya. “Hati-hati, ini adalah bentuk pembiaran yang bisa menjadi jalan menuju azab Allah. Allah Ta'ala sengaja membiarkannya dalam kesenangan agar semakin lalai dari perintah-Nya dan lupa akan kematian,” lanjutnya.
Bahaya dari Rasa Aman yang Menipu
Istidraj menjadi bentuk pembiaran bagi mereka yang sengaja berpaling dari Allah Ta'ala. Ketika seseorang merasa hidupnya sudah nyaman dan tidak mendapat teguran dari Allah, ia akan semakin terlena dalam kemaksiatan.
Padahal, semua nikmat itu sejatinya adalah ujian, bukan keberkahan. Ustadz Abdul Somad mengingatkan bahwa tolak ukur kebahagiaan bukanlah banyaknya harta atau panjangnya usia, melainkan kedekatan dan ketaqwaan kepada Allah.
Sebagai umat Islam, seharusnya kita takut jika mendapat nikmat duniawi namun tetap dalam maksiat, karena bisa jadi itu adalah istidraj.
Allah Ta'ala membiarkan orang tersebut dalam kebinasaan yang pelan-pelan menuju akhir yang buruk. Jangan merasa aman ketika hidup serba mudah, sementara ibadah semakin berkurang. Allah Ta'ala telah menunda azab-Nya, namun janji-Nya adalah Maha Benar.
Hindari Jebakan Istidraj dengan Taubat dan Ibadah
Maka, jika kita merasa hidup dipenuhi kemudahan namun jauh dari ibadah, segeralah introspeksi diri dan kembali kepada Allah.
Kenikmatan dunia bukanlah tolak ukur keberhasilan hidup, melainkan ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah-lah yang akan membawa kita pada keselamatan di dunia dan akhirat.