RAKYATEMPATLAWANG – Penemuan menarik baru-baru ini mengungkapkan cara penyaliban Yesus yang mungkin berbeda dari gambaran umum.
Ilmuwan Inggris dari Liverpool John Moores University bekerja sama dengan University of Pavia di Italia menemukan bahwa Yesus kemungkinan disalib dengan posisi tangan di atas kepala, bukan merentang ke samping seperti yang biasa digambarkan.
Hasil penelitian ini didapatkan melalui studi mendalam pada kain kafan Turin, yang dikenal sebagai salah satu relik paling misterius dalam sejarah.
Berdasarkan penelitian radiokarbon yang dilakukan pada 1998, kain kafan tersebut berusia sekitar 728 tahun dan memiliki bercak darah yang dipercaya sesuai dengan sosok Yesus.
BACA JUGA:BRI Perluas Akses Layanan Perbankan di Pelosok Empat Lawang Melalui Agen BRILink
BACA JUGA:Kemudahan Top Up Mobile Legends di Lubuklinggau Lewat Aplikasi BRImo BRI Semakin Diminati
Matteo Borrini, perwakilan dari Liverpool John Moores University, menjelaskan bahwa posisi tangan di atas kepala akan membuat korban mengalami kesulitan bernapas dan meningkatkan rasa nyeri luar biasa.
"Eksekusi dengan posisi tangan di atas kepala seperti huruf Y ini sangat menyakitkan, menyebabkan kesulitan pernapasan yang parah," kata Borrini.
Para peneliti juga menyimpulkan bahwa aliran darah pada kain tersebut lebih sesuai dengan posisi tangan di atas kepala.
BACA JUGA:BRI dan HIPMI Jalin Kerja Sama untuk Dukung Pengusaha Muda Indonesia
Dalam posisi tersebut, darah akan mengalir sepanjang kedua lengan ke arah bawah, berbeda dengan aliran darah pada posisi tangan merentang yang hanya berkumpul di sekitar pergelangan tangan.
Penelitian ini adalah tindak lanjut dari studi yang dilakukan oleh University of Oxford pada 1998, yang menggunakan teknik radiokarbon untuk meneliti usia kain kafan Turin.
Studi terbaru ini membuka perspektif baru tentang cara penyiksaan dan penyaliban pada zaman kuno dan memberikan wawasan lebih dalam tentang sejarah dan kematian Yesus.
Penemuan ini terus menarik perhatian akademisi dan masyarakat luas, mengingat hasilnya berpotensi mengubah pemahaman kita tentang salah satu momen terpenting dalam sejarah agama dan budaya manusia. (*)