REL, Jakarta – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, mengungkapkan perspektif unik tentang keterbatasan manusia dalam peringatan Isra' Mi'raj 1446 H di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat pada Senin (27/1/2025).
Menurutnya, keterbatasan yang dimiliki manusia justru menjadi kelebihan utama dalam keimanan.
"Keterbatasan itu menjadi kelebihan kita, yaitu (mengetahui) Allah," ujar Gus Baha, mengutip hadits dalam Shahih Bukhari karya Muhammad bin Ismail.
Menurutnya, jika manusia memiliki pengetahuan tentang hal-hal ghaib, mereka pasti akan lebih produktif dalam beribadah dan berzikir.
BACA JUGA:LF PBNU Rilis Data Hilal Syaban 1446 H, Ini Hasilnya
Namun, Allah dengan hikmah-Nya membatasi kemampuan manusia agar mereka tetap memiliki keimanan kepada hal-hal ghaib, sebagaimana disebutkan dalam ayat kedua Surat Al-Baqarah.
Rasionalitas dalam Beriman
Meski menekankan pentingnya keimanan terhadap hal ghaib, Gus Baha mengingatkan bahwa umat Islam harus tetap mengedepankan rasionalitas dalam memahami ajaran Islam.
Dalam ceramahnya, ia menceritakan tentang seseorang yang bertanya, "Bagaimana membuktikan bahwa Allah itu satu?" Pertanyaan ini dijawab dengan analogi sederhana: angka satu adalah awal dari semua angka berikutnya, sebagaimana bentuk gambar yang tak akan terlihat tanpa titik awal.
BACA JUGA:Shio yang Diprediksi Berjaya di Tahun Ular Kayu 2025, Jangan Sampai Ketinggalan!
"Jadi, segampang itu menerangkan ayat Qul Huwallahu Ahad. Allah itu satu, karena angka dua, tiga, sampai triliunan itu hanya cabang yang bergantung pada asal," jelas kiai asal Rembang, Jawa Tengah itu.
Keterbatasan yang Justru Menguntungkan
Gus Baha juga membahas bagaimana manusia dapat menyiasati keterbatasannya dalam beribadah, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Salah satu contohnya adalah bacaan dalam i’tidal, di mana Nabi menambahkan frasa wa mil’u maa syi’ta min syai’in ba’du.
BACA JUGA:Daftar Larangan Wajib Hindari Saat Imlek 2576 Kongzili, Jangan Sampai Salah Langkah!
"Misalnya, Nabi Muhammad memuji Allah dengan bacaan Lakal hamdu mil’us samawati wa mil’ul ardhi (segala pujian seluas langit dan bumi). Tapi tetap saja langit dan bumi itu terbatas. Maka, Nabi menambahkan kalimat yang tidak berbatas," terang Pengasuh Pondok Pesantren LP3IA Rembang ini.
Menurutnya, keterbatasan ini bukanlah sesuatu yang perlu disesali, melainkan sumber keberuntungan bagi umat Islam.