BACA JUGA:Steph Catley Dipercaya Jadi Kapten Timnas Australia
Soal sejarah lahirnya Disway sendiri, biarlah bung Joko Intarto sendiri yang bercerita. Inilah tulisannya. Judulnya: NOSTALGIA DISWAY
***
Selamat datang era metamorfosis media. Tema ini saya kira cocok untuk semua pelaku industri yang saat ini tengah menyiapkan perhelatan akbar: Hari Pers Nasional. Dari luar gelanggang, saya menulis sebuah catatan.
Saya ingat hari ini empat tahun yang lalu: Bersama Mas Ahmad Zaini, Mas Nawie, dan Mas Gepeng, kami berjibaku menyelesaikan website Disway. Hari ini hingga tiga hari kemudian kami sibuk luar biasa.
Tidak peduli waktu. Handphone on terus. Grup WhatsApp dengan member empat orang itu terus meng-update informasi perkembangan Disway.
BACA JUGA:Chelsea Dikecam Gegara Gagal Negosiasi Malang Sarr
Mas Gepeng yang nama aslinya Julius mengerjakan website. Mas Nawie yang nama aslinya Edy Hermawan mengurus server.
Saya mengedit 10 artikel pertama tulisan asli Pak Dahlan Iskan. Mas Zaini membuat web desain dan ilustrasi gambar 10 artikel perdana. "Tanggal 9 Februari 2018 Disway harus online, tepat pukul 09.00 WIB,’’ kata Pak Dahlan.
Website Disway memang disiapkan sangat cepat. Hanya beberapa hari saja. Semua gara-gara Pak Dahlan yang masih ogah-ogahan menulis artikel.
Saat saya datangi di apartemennya di SCBD untuk memintanya menulis lagi. Ia tak goyah. "Saya sudah tidak mau menulis lagi," jawabnya pada kunjungan pertama.
BACA JUGA:Rektor Unsri Larang Deklarasi Forum Dosen Kritik Jokowi
Saya tahu. Dari nadanya, ia kurang suka. Tapi saya tidak menyerah. Terus mencari akal agar ia setuju menulis lagi. Sedikit muter-muter tidak masalah.
Saya ganti topik. Cerita tentang teman-teman saya wartawan senior yang kebanyakan stroke. "Iya, kok banyak wartawan saat tua kena stroke ya?" kata Pak Dahlan.
Aha! Frekuensi Pak Dahkan sudah sama dengan saya. Berarti bisa masuk ke tujuan semula.
"Kemungkinan karena mereka stres. Biasanya menulis. Tiba-tiba tidak menulis lagi karena tidak punya media," jawab saya asal saja.