Food Estate

Selasa 27 Feb 2024 - 21:25 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Mael

Bagi petani yang minggu ini bisa mulai panen, tentu sempat menikmati harga bagus tersebut. Misalnya di beberapa tempat di Sragen. Sudah ada pedagang yang mau membeli GKP Rp 8.000/kg. Anda sudah tahu GKP: Gabah Kering Panen. Yakni gabah dari padi yang sudah tua. Sudah waktunya dipanen. Belum dijemur.

BACA JUGA:Sejumlah Caleg Petahana Dapil Sumsel Diprediksi Lengser

Dengan harga beli GKP setinggi itu, maka tidak mungkin harga beras bisa di bawah Rp 18.000/kg. Anda kan sudah hafal rumusnya: satu kuintal GKP akan menjadi 50 kg beras. 

Saya hubungi tokoh petani di Sragen kemarin sore. Saya kaget: seminggu lagi sudah ada yang panen di sana. Alhamdulillah. Berarti akhir bulan depan sudah panen raya. Tidak sampai dua bulan lagi seperti yang saya perkirakan di Disway kemarin.

Maka harga tinggi saat ini adalah persoalan jangka sangat pendek. Harga beras segera turun --satu bulan lagi. Pedagang yang telanjur membeli GKP Rp 8.000 akan tetap jual beras sekitar Rp 18.000. Sebulan ke depan. Kejar laba jangka pendek.

Setelah itu harga beras turun.  Persoalan mendasar pertanian beras kita pun akan dilupakan lagi.

BACA JUGA:Transaksi QRIS di Sumsel Lampaui Target

Saya tidak tahu seberapa tertarik presiden baru kita --atau wakilnya-- memulai cara baru sistem pertanian kita: sistem kelompok korporasi.

Baiknya memang diuji coba dulu di Jawa. Tiap satu kabupaten satu SKK. Kalau hasilnya baik langsung dikembangkan.

Caranya: dimulai dari pembentukan kelompok tani berdasar hamparan lahan. Satu kelompok 300 hektare. Di satu hamparan. Lahan itu mungkin milik 600 atau 700 petani. 

Petani tersebut menyerahkan lahan mereka ke pengurus kelompok. Untuk digarap oleh pengurus kelompok. Daripada dikerjakan sendiri-sendiri secara tidak efisien. Petani pemilik tanah boleh bekerja di situ: dibayar oleh kelompok.

Maka sawah 300 hektare tersebut diolah secara modern: mekanisasi pertanian. Jadwal garap, jadwal pembibitan, jadwal tanam, jarak tanam, pemupukan, perawatan;  semua dilakukan secara ilmiah. Disiplin tinggi. 

Apakah petani mau menyerahkan tanah mereka?

Mau. Berikanlah jaminan: hasil minimalnya 6 ton/hektare. Kalau perlu separonya dibayar di depan. Kurang dari itu menjadi tanggung jawab kelompok. Kalau hasilnya bisa 10 ton/hektare, selisihnya dibagi dua dengan petani.

Presiden bisa melombakan proyek ini. Bupati terbaik dapat Piala Presiden. Pun kelompok taninya: diundang ke istana. Dipahlawankan.

Inilah food estate gotong royong. Hasilnya akan jauh lebih hebat dari food estate biasa. Juga lebih baik dari usaha intensifikasi yang mana pun. 

Kategori :

Terkait

Selasa 17 Sep 2024 - 21:17 WIB

Tembus Target, Petani Semakin Optimis

Selasa 27 Aug 2024 - 16:28 WIB

Beras di Empat Lawang dari Lampung

Minggu 11 Aug 2024 - 21:03 WIB

Harga Kopi Diprediksi Bakal Terus Naik