Laba operasional: €156 juta (sekitar Rp 2,97 triliun)
Penjualan bersih: €4,39 miliar (sekitar Rp 83,6 triliun)
BACA JUGA:Samsung Murah Buat Pelajar: Spek Mantap, Harga Cuma Rp 1 Jutaan!
Angka ini menunjukkan bahwa Nokia masih punya “napas” yang cukup kuat secara finansial, meskipun kini lebih dikenal sebagai perusahaan teknologi jaringan, bukan produsen ponsel.
Publik kini menanti apakah laporan kuartal kedua akan menyertakan petunjuk soal rencana kerja Nokia ke depan, terutama strategi ekspansi di sektor consumer electronics.
Nostalgia Jadi Senjata Ampuh?
Satu hal yang membuat peluang kebangkitan Nokia cukup besar adalah modal nostalgia.
BACA JUGA:Nokia Ingin Kembali Bersaing, Siap Kolaborasi dengan Produsen HP Baru
Di tengah pasar yang didominasi desain seragam dan fitur mirip-mirip, banyak konsumen — terutama dari generasi 80-an dan 90-an — yang masih merindukan keunikan dan “jiwa” dari ponsel Nokia klasik.
Coba bayangkan jika Nokia menggandeng produsen baru untuk merilis ponsel dengan desain ikonik seperti 3310 atau N-Series, tetapi dengan teknologi modern dan OS Android terbaru.
Ini bisa jadi strategi comeback yang ampuh, menggabungkan sentimen nostalgia dan inovasi kekinian.
Pasar saat ini pun sedang jenuh dengan nama-nama itu-itu saja. Dalam situasi ini, kembalinya merek legendaris seperti Nokia bisa memicu gelombang antusiasme baru — asal dilakukan dengan strategi yang tepat dan mitra yang tepat.
BACA JUGA:Redmi Note 13 Pro+ 5G Rilis! Kamera Selevel DSLR, Cas Kilat, Harga Bersahabat
Tantangan Besar Masih Menanti
Meski peluangnya besar, tantangan Nokia juga tidak kecil. Pasar ponsel saat ini sangat kompetitif dan dikendalikan oleh pemain yang sudah mapan:
-
Samsung dan Apple di kelas premium,
-
Xiaomi, OPPO, Vivo, dan realme di kelas menengah,
-
dan pemain baru seperti Infinix dan Tecno di segmen entry-level.