REL, NUSA TENGGARA TIMUR - Masyarakat adat di Desa Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur, menggelar ritual adat sebagai sanksi kepada Kelompok Tani Hutan Tun Feu.
Kelompok ini didapati menebang pohon secara sembarangan untuk pembuatan pagar di kawasan Mutis, yang merupakan daerah hutan lindung.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT, Arief Mahmud, saat dikonfirmasi dari Kupang pada Sabtu, menjelaskan bahwa sanksi yang dikenakan meliputi satu keping koin perak, satu botol minuman arak/sopi, satu ekor babi, satu ekor ayam merah, beras 40 kilogram, uang Rp50.000, dan tujuh lembar selendang tenun.
“Pelaksanaan sanksi adat terhadap pelanggaran yang dilakukan di dalam kawasan hutan/Cagar Alam Mutis merupakan implementasi pengelolaan kawasan konservasi berbasis tiga pilar, yaitu pemerintah, masyarakat adat, dan tokoh agama,” jelas Arief.
BACA JUGA:Presiden Joko Widodo Hadiri Musyawarah Nasional Relawan Alap-Alap Jokowi di De Tjolomadoe
BACA JUGA:Kabar Gembira! Program Sertifikasi Guru Prioritaskan Ribuan Guru Senior
Ritual adat ini dipimpin oleh Ketua Adat Desa Fatumnasi, Yusman Oematan, dan dimulai dengan tutur adat serta penyerahan minuman arak dan uang perak kepada Kepala Balai Besar KSDA NTT yang diwakili oleh Kepala Bidang KSDA Wilayah I.
Penyerahan ini melambangkan pengakuan bersalah, permohonan maaf, serta janji untuk tidak mengulangi pelanggaran serupa di masa mendatang.
Arief menekankan bahwa bagi masyarakat Timor, kawasan Cagar Alam Gunung Mutis diakui sebagai ibu yang telah memberikan kehidupan.
Oleh karena itu, kelestarian hutan ini harus dijaga agar terus memberikan kehidupan.
BACA JUGA:Pria Tewas Dianiaya Tetangga, Video Kematian Viral di Media Sosial
BACA JUGA:Kekacauan Jaringan Kereta Cepat Prancis Akibat Sabotase Menjelang Olimpiade Paris 2024
BBKSDA NTT menghargai dan menghormati penjatuhan sanksi adat ini sebagai bagian dari implementasi pengelolaan kawasan berbasis tiga pilar.
Arief juga menambahkan bahwa ritual adat ini memiliki nilai kesakralan yang tinggi dan merupakan warisan leluhur yang harus dijaga oleh seluruh masyarakat adat Mutis serta semua orang.
Dia berharap bahwa ritual sanksi adat ini menjadi yang terakhir kalinya dilaksanakan, sebagai bukti komitmen untuk memegang teguh adat istiadat ini. “Sanksi adat tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera,” ujar Arief.