Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS: Tantangan dan Strategi Indonesia

Doc/Foto/Ist--

REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID -Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sering kali mengalami tekanan ketika terjadi gejolak ekonomi global, seperti kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) yang kini berada di kisaran 5,25%-5,50%.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menjelaskan bahwa ketergantungan tinggi Indonesia pada dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional menyebabkan kurs rupiah rentan terhadap fluktuasi.

BACA JUGA:Alice Walton Melampaui Francoise Bettencourt Meyers sebagai Wanita Terkaya di Dunia

BACA JUGA:Heboh! Komplotan Maling di Banten Kendalikan Kerbau dengan Kayu Ajaib

Pada kuartal II-2024, Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan sebesar US$ 3 miliar atau 0,9% dari PDB, menunjukkan kebutuhan dolar yang lebih tinggi daripada pasokannya.

Juli menegaskan bahwa stabilitas rupiah akan lebih baik jika kebutuhan dolar Indonesia dapat diseimbangkan dengan pasokan yang ada, mirip dengan India yang saat ini menikmati stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi pesat berkat surplus transaksi berjalan.

BACA JUGA:Kejutan Politik! Anies Baswedan Salat Zuhur di Kantor DPD PDIP Jakarta, Ada Apa?

BACA JUGA:Taman Bunga Keukenhof: Surga Bunga Tulip di Belanda

Untuk menghadapi tantangan ini, BI gencar mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan memperkuat ekspor barang dan jasa. Salah satu kebijakan utama adalah dorongan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan internasional, yang dikenal dengan istilah local currency settlement (LCS) atau local currency transaction (LCT).

Selain itu, pemerintah dan BI mendorong para pelaku usaha untuk menyimpan dolar hasil ekspor dalam sistem keuangan domestik, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Barang Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).

BACA JUGA:Inovasi Budi Daya Melon Hidroponik di Greenhouse Berhasil Meraup Omzet Rp 100 Juta

BACA JUGA:Kapolda Sumsel Raih Juara II pada Lomba Kreasi Setapak Perubahan Polri 2024

Juli juga menegaskan bahwa defisit transaksi berjalan bukanlah indikasi pengelolaan impor yang sembarangan. Banyak impor berupa barang modal dan bahan baku yang mendukung nilai tambah ekonomi domestik.

"Impor barang modal untuk meningkatkan kapasitas ekonomi adalah hal yang wajar dan tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan," tutup Juli.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan