Hanya 68 dari 144 Izin Tambang Batu Bara di Sumsel yang Beroperasi
Hanya 68 dari 144 Izin Tambang Batu Bara di Sumsel yang Beroperasi, Berpotensi Tingkatkan PNBP Hingga Rp 9 Triliun-ist/net-
Hanya 68 dari 144 Izin Tambang Batu Bara di Sumsel yang Beroperasi, Berpotensi Tingkatkan PNBP Hingga Rp 9 Triliun
REL, Palembang – Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menjadi salah satu lumbung batu bara terbesar di Indonesia.
Namun, dari total 144 izin pertambangan batu bara yang terdaftar, hanya 68 yang aktif beroperasi.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumsel, Hendriansyah, menyatakan bahwa optimalisasi seluruh izin pertambangan di wilayah ini berpotensi meningkatkan kontribusi sektor batu bara terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
“Pada 2023, DBH batu bara untuk Sumsel mencapai Rp 1,5 triliun dan sudah menjadi salah satu sumber utama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi. Hanya 46 persen izin yang berproduksi. Jika separuh dari izin tambang yang ada dapat beroperasi, maka produksi batu bara Sumsel dapat mencapai 150 juta ton, sehingga PNBP pun bisa melonjak,” ujar Hendriansyah.
BACA JUGA:Optimis Garuda Bangkit! Justin Hubner Yakin Timnas Indonesia Siap Hadapi Jepang dan Arab Saudi
Tahun lalu, PNBP Sumsel dari sektor batu bara mencapai hampir Rp 9 triliun, di mana Rp 1,5 triliun disalurkan kepada Pemprov Sumsel melalui skema DBH, belum termasuk alokasi bagi kabupaten dan kota penghasil batu bara seperti Lahat dan Muara Enim. Kontribusi sektor ini diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan produksi tambang dan beroperasinya izin yang saat ini belum optimal.
Kendala Jalur Logistik Hambat Produksi Optimal
Meskipun Sumsel memiliki potensi besar, dengan cadangan batu bara mencapai 9,3 miliar ton dari sumber daya total 33,9 miliar ton, keterbatasan infrastruktur logistik masih menjadi tantangan.
Jalur angkutan yang jauh membuat biaya distribusi batu bara di Sumsel lebih tinggi dibandingkan daerah lain, seperti Kalimantan.
Hendriansyah menjelaskan bahwa jarak angkut batu bara Sumsel dari lokasi tambang ke pelabuhan mencapai ratusan kilometer.
Sebagai contoh, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) membutuhkan jarak angkut hingga 400 kilometer dari lokasi tambang di Tanjung Enim ke Pelabuhan Tarahan di Lampung atau Selat Bangka.
“Kondisi geografis Sumsel berbeda dengan Kalimantan. Di sini, jarak ke pelabuhan sangat jauh, sehingga membutuhkan moda transportasi gabungan seperti kereta, tongkang, hingga mother vessel. Jika infrastruktur angkutan diperbaiki, Sumsel bisa meningkatkan produksi hingga menyamai Kalimantan,” tambahnya.