Eks Penyidik KPK: Rencana Johanis Tanak Hapus OTT Dinilai Berbahaya
Doc/Foto/Ist--
REL,BACAKORAN.CO – Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, memberikan pernyataan tegas terkait keinginan Johanis Tanak, calon pimpinan KPK periode 2024-2029, untuk menghapus Operasi Tangkap Tangan (OTT). Menurut Yudi, langkah tersebut bukan hanya tidak tepat, tetapi juga mengancam masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Dalam keterangannya, Yudi menilai bahwa pernyataan Tanak tersebut mungkin dilontarkan untuk menarik simpati dari anggota Komisi III DPR RI dalam uji kepatutan dan kelayakan. "Pernyataan Johanis Tanak ingin hilangkan OTT hanya strategi untuk mengambil hati DPR, tapi pernyataan ini berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi. Koruptor akan tertawa," ujarnya, Rabu (20/11).
BACA JUGA:Hari Guru Nasional 2024: Sejarah, Tema, dan Cara Merayakannya
BACA JUGA:Ethan Ennis dan Amir Ibragimov Curi Perhatian
OTT: Instrumen Efektif untuk Tangkap Koruptor
Yudi menjelaskan bahwa OTT merupakan salah satu strategi efektif yang selama ini digunakan KPK untuk menangkap pelaku korupsi secara langsung. Lewat OTT, banyak kasus suap yang terbongkar, bahkan sering kali membuka jalan untuk mengungkap skandal korupsi yang lebih besar.
"Menangkap koruptor itu menggunakan dua cara: penyelidikan terhadap kasus yang sudah terjadi dan kasus ketika tertangkap tangan. Kalau satu hilang, KPK akan pincang," tegas Yudi.
Ia juga menambahkan bahwa dasar hukum OTT sudah diatur dengan jelas dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga upaya untuk menghapusnya akan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku.
BACA JUGA:Sejarah Hari Guru Nasional di Indonesia.
BACA JUGA:Kemudahan Transaksi Keuangan dengan Aplikasi Digital Terbaru
Reaksi terhadap Pernyataan Tanak
Saat uji kepatutan dan kelayakan di hadapan Komisi III DPR pada Selasa (19/11), Johanis Tanak mengungkapkan niatnya untuk menghentikan praktik OTT jika terpilih menjadi komisioner KPK. Ia beralasan bahwa konsep OTT tidak sesuai dengan pengertian yang ada di KUHAP.
"Seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close, karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," ujar Johanis, yang mendapat tepuk tangan dari sejumlah anggota dewan.
Pernyataan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Yudi mengingatkan bahwa meskipun tren OTT belakangan ini menurun, instrumen tersebut masih menjadi simbol keberanian dan ketegasan dalam memberantas korupsi di Indonesia.