Kokkang Ibunda
Kokkang Ibunda--
Setiap kali menemukan cara merayu seperti itu Kokkang berdoa: semoga malaikat tidak mencatat kata-katanya itu sebagai kebohongan.
Tiga jam saya selesaikan buku itu. Lewat Roy, saya pun mencari nomor teleponnya. Lalu mengirim banyak WA padanya. Termasuk minta izin mengutip beberapa isi buku untuk tulisan ini.
Barulah saya mengelilingi lounge business class bandara Istanbul ini. Begitu luasnya.
Bandaranya sendiri sudah seperti mal besar. Lounge bisnisnya seperti pujasera.
Bandara Singapura juga seperti mal tapi terlalu rapi. Kurang terasa dinamis. Pun Dubai dan Hong Kong. Bandara-bandara baru yang besar di Tiongkok juga seperti mal tapi variasinya kurang.
Di lounge ini tiap jenis masakan disajikan di satu counter. Terpencar-pencar. Saya kelilingi satu per satu. Saya lihat masakannya, cara memasaknya dan mana yang terbanyak disukai penumpang kelas bisnis.
Setengah jam sendiri.
Saya belum memutuskan akan mengambil makanan yang mana. Saya pun kembali duduk di sofa. Saya lihat tas kresek. Saya buka kresek itu. Saya keluarkan singkong rebus sisa dari Chicago.
BACA JUGA:HDCU Unggul Telak di Survei LKPI
BACA JUGA:Dukung Ketahanan Pangan
(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Disway Edisi 20 November 2024: Bergodo Kebogiro
Agus Suryonegoro III - 阿古斯•苏约诺
SAYA ORANG YOGYA ASLI, WIRANG GPP.. Kalau dengar kata "bergodo," saya langsung ingat prajurit Kraton, lengkap dengan tombak dan baju tradisional. Misal prajurit "bergodo" atau "brigad" alias "satuan prajurit", misalnya "Batalyon Prajurit Mantrijeron". Tapi "bergodo" versi Pak Dahlan atau Ethan..? Waduh, saya udah gak nyambung. Maklum, sejak 1974, saya merantau ke Surabaya, Ambon, Bandung, Kanada, Semarang, Yogya (lagi), Surabaya (lagi), Jerman, Surabaya (lagi), Australia, Surabaya (lagi), Bandung (lagi) sampai Jakarta. Jadinya "politik keyogyakaryaan" ala Ethan ini di luar radar saya. Mungkin sekarang "bergodo" bukan lagi soal tombak, tapi soal "wacana". Kalau salah tebak, ya wis, wirang gpp. Yogyakarta memang unik, sampai "bergodo" pun ikut naik kelas jadi simbol gerakan politik. Kalau Ethan benar, bisa jadi ini strategi baru: tradisi jadi alat diplomasi. Jaman dulu prajurit perang dan atau sekedar prajurit "upacara". Kalau sekarang "prajurit narasi." ### Witing tresna jalaran saka… tafsir politik?