Negara Berkembang Melawan Produk Murah China: Tantangan Baru bagi Pengaruh Ekonomi Negeri Tirai Bambu

Doc/Foto/Ist--

REL,BACAKORAN.CO – Banjir produk murah asal China kini menjadi ancaman serius bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dan Brasil, yang mulai merasakan dampaknya pada sektor industri lokal. Tiongkok, yang tengah berusaha menggambarkan dirinya sebagai pesaing ekonomi Barat melalui inisiatif “Global South”, kini menghadapi berbagai tantangan dalam memperluas pengaruh ekonominya.

Produk-produk murah dari China, seperti kendaraan elektronik, tekstil, dan baja, terus membanjiri pasar negara berkembang, yang sebelumnya telah terbantu oleh harga yang lebih rendah. Namun, banyak negara berkembang kini mulai merasakan kerugian, dengan industri lokal yang masih berjuang untuk pulih dari dampak ekonomi pandemi Covid-19.

BACA JUGA:50 Hari Prabowo: Hapus Utang UMKM, Naikkan Gaji Guru, dan Raih Investasi 18,5 Miliar Dolar

BACA JUGA:Nyicil Toyota Avanza Baru Rp 1 Jutaan per Bulan, Begini Skemanya

Menurut para kritikus, produk murah dari Tiongkok telah merugikan sektor industri dalam negeri yang tidak mampu bersaing dengan harga yang sangat terjangkau. Sementara itu, ekspor Tiongkok tetap tumbuh pesat, dengan 50% barang-barangnya dikirim ke negara berkembang, meskipun ada peningkatan ketegangan akibat praktik perdagangan yang dinilai merugikan.

Misalnya, Brasil telah mengenakan tarif tinggi pada barang-barang Tiongkok, termasuk tarif 35% pada kabel serat optik dan 25% pada baja serta besi. Indonesia juga tak ketinggalan, dengan menerapkan tarif 200% pada impor tekstil asal China. Negara-negara lain seperti Thailand, Peru, dan Meksiko juga mengambil langkah serupa dengan pembentukan komite khusus dan penerapan kebijakan anti-dumping.

BACA JUGA:Aipda Robig Dipecat Setelah Tembak Siswa SMKN 4 Semarang, Satu Tewas

BACA JUGA:Penuh Drama, Marselino Ferdinan Jadi Pusat Perhatian di Laga Indonesia vs Myanmar

Meskipun negara-negara berkembang diuntungkan dalam jangka pendek dengan akses ke barang murah, dampak jangka panjang dari ketergantungan pada impor China menjadi isu yang semakin besar. Ketika hubungan ekonomi antara negara-negara berkembang dan Tiongkok semakin erat, volume impor murah dari negara-negara tersebut terus meningkat, menambah tantangan bagi industri lokal untuk bertahan.

Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Tiongkok memang telah mengisi celah yang ditinggalkan oleh negara-negara Barat, dengan mengeluarkan miliaran dolar melalui inisiatif “Belt and Road”. Investasi ini memperkuat pengaruh China di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Meski begitu, dampak negatif dari kebijakan perdagangan ini mulai dirasakan, mengundang reaksi keras dari negara-negara berkembang yang khawatir akan kerugian jangka panjang.

BACA JUGA:Bantah Depresi dan Spekulasi Mental

BACA JUGA:Mahkamah Konstitusi Terima 115 Gugatan Pilkada 2024: Rekor PHPKADA Terbesar?

Situasi ini menciptakan dilema bagi negara-negara berkembang, yang harus menyeimbangkan antara memanfaatkan keuntungan jangka pendek dari barang murah dan mendorong keinginan sektor industri dalam negeri. Ke depan, seiring dengan kebijakan perdagangan yang lebih ketat, Tiongkok mungkin akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan pengaruh ekonominya di dunia berkembang***

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan