Makam Raja Islam Palembang Dicoret
CORET: Perubahan nama pada prasasti makam serta coretan-coretan misterius di Kompleks Makam Sabo Kingking di Jalan Makam Sabo Kingking, Kelurahan Sei Buah, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang. Foto: dok/ist--
REL, Palembang – Kompleks Makam Sabo Kingking di Jalan Makam Sabo Kingking, Kelurahan Sei Buah, Kecamatan Ilir Timur II, Kota Palembang, tengah menjadi sorotan publik.
Pasalnya, perubahan nama pada prasasti makam serta coretan-coretan misterius yang muncul beberapa hari terakhir membuat masyarakat heboh.
Kompleks pemakaman ini merupakan tempat peristirahatan terakhir para raja Islam Palembang yang telah berusia lebih dari 400 tahun.
Beberapa tokoh penting yang dimakamkan di sini antara lain Pangeran Sido Ing Kenayan, istrinya Ratu Sinuhun, Sido Ing Pasarean/Jamaluddin Mangkurat I (1630-1652), serta Pangeran Ki Bodrowongso.
BACA JUGA:Penumpang Kereta di Palembang Membludak
Selain itu, terdapat pula makam Panglima Kiai Kibagus Abdurrachman, yang merupakan guru agama Pangeran Sido Ing Kenayan.
Ratu Sinuhun sendiri diyakini sebagai penulis Kitab Simbur Cahaya, hukum adat yang berperan besar dalam membentuk tatanan masyarakat pedalaman Sumatera Selatan.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Palembang, Kemas A.R. Panji, membenarkan adanya perubahan nama pada prasasti makam yang menjadi viral.
Ia menjelaskan bahwa prasasti yang dibuat oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Palembang pada 2009 mencatat nama Guru Agama Pangeran Sido Ing Kenayan sebagai Habib Muhammad Nuh.
BACA JUGA:Ban Kendaran Dikempesi Propam
Namun, warga sekitar lebih mengenalnya sebagai Sayyid Muhammad Nuh Ali Fasyah.
"Baru-baru ini, muncul coretan yang mengubah nama menjadi Tuan Sayid Moh. Umar Al Idrus, sementara dalam data BPCB Jambi tercatat dua nama lain, yaitu Tuan Sayid Moh. Omar Al Bashir dan Tuan Sayid Moh. Umar Al Idrus. Jadi, ada empat nama berbeda di satu makam," ungkap Kemas Panji, Rabu (29/1/2025).
Kemas Panji yang juga dosen UIN Raden Fatah Palembang menegaskan bahwa perubahan nama atau penambahan informasi pada prasasti makam tidak boleh dilakukan tanpa kajian yang mendalam.
"Petugas atau kuncen makam harusnya melaporkan hal seperti ini ke dinas terkait. Jangan asal mencoret atau menempelkan nama baru. Selain merusak estetika, juga dapat menimbulkan kesimpangsiuran sejarah," ujarnya tegas.