Maraknya Pengurangan Isi dan Kenaikan Harga Minyakita, Ini Penyebab dan Solusinya

--

REL,BACAKORAN.CO - Praktik curang pengurangan isi dan kenaikan harga Minyakita kembali mencuat di tengah masyarakat.

Pemerintah mengungkap sejumlah produsen minyak goreng subsidi ini tidak hanya menjual produknya di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp15.700 per liter, tetapi juga mengurangi volume isi kemasan dari 1.000 mililiter (ml) menjadi 750-800 ml.

Kasus ini terungkap setelah sebuah video viral menunjukkan perbedaan takaran isi dalam kemasan Minyakita.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama Satgas Pangan segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) di beberapa wilayah.

Hasilnya, mereka menemukan bahwa dugaan pengurangan isi minyak goreng memang benar adanya.

Akibatnya, Amran memerintahkan penarikan produk Minyakita kemasan 1 liter dari pasaran untuk mencegah kerugian lebih lanjut bagi konsumen.

BACA JUGA:12 Tempat Wisata di Manggarai Barat yang Wajib Dikunjungi: Alamat, Tiket, dan Jam Buka

Penyebab Produsen Melakukan Kecurangan

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai bahwa praktik kecurangan ini terjadi karena tekanan kebijakan pemerintah yang mengharuskan produsen menjual Minyakita sesuai HET, sementara biaya produksi terus meningkat.

Harga bahan baku utama minyak goreng, yakni minyak sawit mentah (CPO), dalam enam bulan terakhir berkisar antara Rp15.000 hingga Rp16.000 per kilogram.

Dengan tingkat konversi CPO ke minyak goreng sebesar 68,28 persen, seharusnya harga CPO maksimal hanya Rp13.400 per kg agar harga jual Minyakita tetap sesuai HET.

Namun, kenyataannya harga CPO di pasar lebih tinggi, sehingga produsen menghadapi tekanan biaya yang besar.

“Jika memperhitungkan biaya pengolahan, distribusi, dan keuntungan, harga CPO seharusnya lebih rendah dari Rp13.400 per kg. Karena itu, produsen memilih untuk mengurangi isi atau menaikkan harga demi menekan kerugian,” kata Khudori.

Hal senada disampaikan Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, yang menilai regulasi harga pemerintah tidak realistis dan justru membuka celah bagi praktik curang.

Tag
Share