AI Dalam Dakwah: Inovasi atau Ancaman?

ILUSTRASI.--

"Teknologi adalah alat; kitalah yang menentukan ke arah mana ia digunakan." — Dr. Ahmad Sarwat, Lc., MA.

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah merambah hampir seluruh lini kehidupan, termasuk dalam aktivitas keagamaan seperti dakwah. Mulai dari chatbot Islami, aplikasi pengingat salat, hingga konten dakwah yang dibuat otomatis oleh AI kini semakin marak dijumpai. Fenomena ini mengundang beragam tanggapan dari kalangan ulama dan dai, mulai dari apresiasi hingga kekhawatiran.

Dakwah, sebagai bentuk penyampaian ajaran Islam, memang harus menyesuaikan zaman agar tetap relevan. Namun, muncul pertanyaan besar: apakah penggunaan AI dalam dakwah benar-benar bisa menggantikan peran manusia yang selama ini sarat nilai emosional dan spiritual?

Para pakar dakwah memiliki pandangan beragam. Ustaz Adi Hidayat, misalnya, dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa AI dapat menjadi wasilah (perantara) dakwah yang efektif, namun tidak bisa menggantikan muballigh (pendakwah) sepenuhnya. “AI bisa menyampaikan ayat atau hadis, tapi tidak bisa memahami kondisi psikologis dan spiritual audiens,” tegasnya.

BACA JUGA:Melihat Pantai Tirang, Permata Tersembunyi di Semarang yang Kian Diminati Wisatawan

Senada dengan itu, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat menyatakan bahwa AI sangat cocok untuk dakwah informatif, seperti menjawab pertanyaan fiqih dasar atau menerjemahkan ayat. “Namun dalam hal mendidik hati dan menyentuh jiwa, AI masih jauh dari cukup,” ujarnya dalam diskusi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Di sisi lain, beberapa startup Islami justru mengembangkan AI sebagai asisten dakwah personal. Misalnya, aplikasi seperti “Muslim Assistant” kini mampu memberi nasihat Islami harian yang dipersonalisasi. Bahkan, sejumlah masjid di negara-negara maju mulai memanfaatkan AI untuk menjadwalkan khutbah hingga memberi respon otomatis kepada jamaah online.

Namun, ada kekhawatiran soal otoritas. Siapa yang menjamin keabsahan informasi keislaman yang diproduksi AI? Jika data pelatihan AI diambil dari sumber yang belum terverifikasi, bisa terjadi distorsi ajaran. Inilah yang dikhawatirkan oleh KH. Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah, “AI bisa jadi pisau bermata dua jika tidak diawasi dengan benar.”

BACA JUGA:Pemkot Pagaralam Lakukan Rapat Persiapan Kegiatan Besemah Expo dan Bazar dalam Rangka HUT Kota Pagaralam ke-24

Penggunaan AI dalam dakwah bukanlah sesuatu yang mutlak harus ditolak atau diterima begitu saja. Yang dibutuhkan adalah kebijaksanaan dalam menggunakannya serta pengawasan yang ketat terhadap kontennya. AI bisa menjadi alat bantu yang luar biasa, namun tetap harus berada dalam kendali ulama dan pakar yang memahami konteks syariat.

Dakwah adalah seni menyentuh hati manusia, dan hingga saat ini, belum ada mesin yang bisa menggantikan kehangatan lisan dan keikhlasan hati seorang pendakwah. AI boleh membantu, tapi ruh dakwah tetap milik manusia.

 

Penulis: Reka Dwi Jayanti (Mahasiswi Universitas Islam Negeri Fatmawati Soekarno Bengkulu)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan